Kuamati tren konten dewasa ini muncul hampir beberapa bulan terakhir di platform bacaan.  Dulu di Wattpad kini di Webtoon, yang dibanjiri  manhwa alias komik dengan tema dewasa. Selain judul komik yang terkesan seronok, gambarnya pun juga banyak yang kurang pas bagi pembaca Indonesia meski sudah disensor.
Minggu lalu ketika KOMiK mendapat undangan screening film Korea berjudul Forbidden Fairytale, si pengundang mengingatkan bahwa filmnya memiliki rating 21 plus. Aku tak ingat ada film Korea yang memiliki rating dewasa di bioskop. Film dewasa yang kutonton terakhir adalah The Substance. Itupun karena ada banyak adegan gore yang membuat mual saat menyaksikan.
Ketika kami berdiskusi soal isi film, rupanya pemberian rating 21 plus karena film tersebut memiliki konten dan dialog dewasa. Konten tersebut disamarkan, sehingga tidak begitu vulgar. Namun tetap saja kurang kayak jika ditonton dan dialognya diperdengarkan ke penonton yang usianya di bawah 21 tahun.
Mendatang mengingat manhwa Korea yang makin marak dengan konten dewasa, bisa jadi akan makin hadir film-film Korea dengan tema dewasa baik di bioskop maupun di platform streaming. Sementara itu hingga saat itu manhwa di Webtoon Naver masih menjadi salah satu tempat bagi industri film Korea untuk mencari inspirasi dan bahan cerita untuk diadaptasi ke series ataupun film layar lebar.
Bagaimana Respon Pembaca Akan Maraknya Tema Dewasa?
Respon pembaca Indonesia jika membaca tanggapan mereka di kolom komentar terbagi menjadi dua. Ada yang pro karena menyukai cerita dan gambarnya yang berani. Mereka menganggap itu hal yang biasa karena sudah masuk kategori pembaca dewasa. Apalagi tak semua manhwa dengan rating 18+ mengandalkan cerita yang vulgar. Ada cerita yang lucu banget seperti Wanna Do X With Me.
Namun, tak sedikit juga yang menyayangkan tren tersebut. Belum ada sistem di Webtoon yang bisa menyaring usia pembaca, misal dengan memasukkan tanggal lahir atau memasukkan kartu identitas. Semua pembaca baik yang masih anak-anak ataupun dewasa bisa membacanya. Mereka yang kontra kuatir para pembaca yang masih belia bisa mengakses konten tersebut dan terpengaruh olehnya.
Kalau saya sendiri sih senang-senang saja dan masuk kalangan netral. Saya setuju dengan pendapat dua kubu yang pro dan kontra, kekuatiran pihak yang kontra bisa dimaklumi. Akan tetapi juga tidak ada salahnya bagi pembaca untuk menikmati cerita yang berani.
Bagaimana jika memasukkan usia untuk penyaringan? Ehm bisa saja, cara ini sederhana. Tinggal masukkan tanggal lahir saat mendaftar atau mengakses cerita 18+.Tapi, hal ini mudah diakalin sih.
Bagaimana dengan mengunggah kartu identitas? Cara ini lebih baik. Namun, dengan banyaknya kasus pembobolan data pribadi, maka cara ini bakal menyulitkan karena tingkat kepercayaan warganet terhadap keamanan platform makin menurun. Apalagi, kartu identitas sekarang juga berkaitan dengan berbagai data lainnya. Bakal seram jika kemudian terjadi lagi pembobolan data pribadi.
Ya, akhirnya cara termudah dan sederhana adalah sensor mandiri, seperti yang juga dikampanyekan oleh Lembaga Sensor Film untuk konten film. Hal ini dikarenakan makin susahnya mencegah yang belum cukup umur untuk mengakses konten dewasa. Dari pihak institusi hanya bisa memberikan rating usia, memberitahukan isi konten untuk pencegahan, dan juga menerapkan sensor isi, meski tidak bisa melakukan sensor secara keseluruhan.