Indonesia sejatinya memiliki daratan yang luas, dengan 1.922.570 kilometer persegi dan 17.380 pulau berdasarkan data yang dilansir Badan Informasi Geospasial. Namun, dengan jumlah penduduk yang mencapai 281,6 juta jiwa berdasar data Badan Pusat Statistik serta konsentrasi penduduk di beberapa pulau, maka menyebabkan terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan persediaan. Kondisi tersebut bisa memicu konflik agraria. Oleh karena itu kemudian dilakukan reformasi agraria dan dibentuk badan pengelola tanah yang bisa mewujudkan ekonomi berkeadilan. Badan tersebut adalah Badan Bank Tanah.Â
Sebenarnya apa sih konflik agraria? Dari kamus besar bahasa Indonesia, agraria dimaknai sebagai "urusan pertanian dan atau tanah pertanian, serta urusan pemilikan tanah". Sedangkan Pusat Studi Agraria Institut Pertanian Bogor memaknai agraria sebagai hal-hal yang berkaitan dengan distribusi, peruntukan, dan kepemilikan lahan. Konflik agraria berarti merupakan perselisihan antar individu, individu dengan lembaga, antar kelompok, atau antar lembaga yang berkaitan dengan tanah atau kepemilikan tanah.Â
Jumlah kasus konflik agraria di Indonesia cukup banyak. Pada tahun 2024 terjadi 295 konflik agraria berdasarkan Konsorsium Pembaruan Agraria. Angka ini naik jika dibandingkan tahun 2023 yang jumlahnya 241 kasus. Mereka yang menjadi korban atas konflik agraria ini umumnya petani, kelompok masyarakat miskin di perkotaan, masyarakat adat, dan juga nelayan. Mereka tak hanya mengalami pengusiran dan perampasan lahan, akan tetapi juga tindak kekerasan dan kriminalisasi.Â
Mengingat konflik agraria tersebut umumnya merugikan masyarakat, maka pemerintah kemudian berkomitmen untuk menjalankan reformasi agraria. Â Tujuannya adalah menata kembali kepemilikan, penguasaan, dan sumber agraria untuk keadilan dan kemakmuran bagi rakyat. Salah satu cara yakni mendirikan Badan Bank Tanah pada 31 Desember 2021 dengan berlandaskan pada PP No 64 Tahun 2021 dan Perpres No 113 Tahun 2021.Â
Badan Bank Tanah memiliki tugas mengelola tanah negara, dari perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah agar terwujud ekonomi berkeadilan. Â Adapun fungsi dan perannya badan ini di antaranya menjaga ketersediaan tanah demi kepentingan umum dan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan reforma agraria.
Keberhasilan yang Telah Diraih dari Program Badan Bank Tanah
Pada saat ini Badan Bank Tanah telah melakukan berbagai program yang sudah mulai nampak keberhasilannya. Program pemanfaatan hak pengelolaan lahan (HPL) di Desa Tengkurak Kabupaten Serang, misalnya. Badan Bank Tanah melakukan program yang membantu para warga.Â
Di desa nelayan tersebut warga desa melakukan budidaya bandeng dan rumput laut di tanah negara seluas 7,5 hektar. Dengan program tersebut warga Desa Tengkurak mendapatkan pekerjaan dan kesejahteraan ekonominya pun meningkat.Â
Di Lembah Napu, Kabupaten Poso juga terdapat program HPL di tanah negara untuk investasi pengembangan sapi perah terintegrasi. Sementara bagi masyarakat kurang mampu, Badan Bank Tanah melakukan kerja sama dengan PT SMF untuk program rumah bagus dan layak untuk masyarakat berpenghasilan rendah.Â