Toko buku itu awalnya bernama Toko Buku Misteri. Pemiliknya adalah mantan guru matematika yang frustasi. Toko bukunya sepi dan utang mulai melilit. Hingga muncul dua kucing hitam dengan mata kuning. Kucing itu pembawa hoki. Sejak itu nama toko buku berubah menjadi Toko Buku Kucing Hitam (Les Chats Noirs). Hingga kemudian duo detektif meminta bantuan si pemilik toko buku bersama klubnya memecahkan misteri. Apakah para kucing dalam Toko Buku Kucing Hitam bisa memberi andil?
Kasus pembunuhan pertama menimpa pasangan Nicola dan Lucia. Tiba-tiba seorang asing dengan topeng ski hitam memberi Nicola pilihan setelah pria asing itu membuat keduanya pingsan. Ia memberi waktu sekian detik agar Nicola memilih untuk membunuh istri atau putranya. Ia merekam wajah ketakutan korbannya dengan dingin. Ketika kemudian Nicola memilih istrinya, ia langsung menarik pelatuk. Nicola yang tak tahan kemudian memilih bunuh diri, meninggalkan putranya.
Putra korban pembunuhan tersebut, Lorenzo, adalah mantan murid si pemilik toko buku yang bernama Marzio Montecristo. Dulu hubungan keduanya cukup dekat. Demikian juga saat Caruso dan Angela, dua detektif yang ditugaskan menangani kasus tersebut, meminta bantuan Marzio untuk menentramkan dan mengulik informasi dari saksi mata tersebut.
Oleh karena Marzio dan klub pecinta detektifnya yang disebut Detektif Selasa pernah membantu Angela mengungkap misteri, ia pun kini diminta kembali membantu. Apalagi sudah ada tiga kasus pembunuhan yang nampak acak.
Peran Kucing Hitamnya Kurang Banyak
Ketika meminjam buku ini aku memiliki ekspektasi bakal ada banyak andil dari kedua tokoh kucing hitam di buku ini, Miss Marple dan Mr Poirot. Apalagi saat itu aku hanya membaca judulnya saja, tidak membaca sinopsisnya terlebih dahulu. Aku kemudian terkejut ketika mengetahui bahwa buku ini lebih menyoroti kasus misteri pembunuhan, bukan sebuah novel yang ringan. Namun tak apa-apa karena jalinan misterinya menarik.
Ada teka-teki yang menunggu dipecahkan dari motif pelaku, target korban, dan pelakunya. Cerita dari kasus tersebut dikisahkan Pulixi bergantian dengan masa lalu Marzio dan kegiatan Marzio di masa sekarang.
Pulixi mengemas ceritanya dalam bab yang pendek-pendek. Ia pandai mengakhiri tiap babnya sehingga pembaca ingin terus melanjutkan membaca bab berikutnya lagi dan lagi.
Sayangnya bagian masa lalu Marzio cukup dominan dalam buku ini dengan detail waktu yang cukup melelahkan. Juga ada berbagai pengulangan dari ulah-ulah pembeli yang awalnya menarik, namun lama-kelamaan seperti mengulur-ulur cerita. Nama-nama  dari anggota Detektif Selasa juga agak sulit untuk diingat.
Padahal akan lebih baik jika Pulixi menambahkan banyak ruang bagi Miss Marple dan Mr. Poirot untuk menunjukkan daya pikatnya sebagai kucing. Mereka pasti tak hanya tiduran, makan, dan menyapa para pembeli, bukan?!
Bagian penutup untuk menemukan pelaku pembunuhan juga terkesan terburu-buru. Pulixi ingin memberikan kejutan, namun ia sepertinya tak sabar dan memberi bocoran yang setengah-setengah ke pembaca.