Bangunan museum yang beralamat di Jalan Kramat no 106 ini dulu awalnya adalah tempat indekos para pelajar sejak tahun 1920 yang dimiliki oleh Sie Kong Lian. Mereka yang pernah indekos di sini di antaranya Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, A.K.Gani, dan Soegondo Djojopoespito.
Rumah indekos ini kemudian dijadikan tempat berkumpul para pemuda untuk berdiskusi dan berlatih kesenian lalu dikenal sebagai Gedung Langen Siswo dan Gedung Indonesische Clubgebouw. Gedung ini juga pernah menjadi markas Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) . Gedung ini kemudian menjadi lokasi penyelenggaraan dan saksi bisu Kongres Pemuda Kedua yang berlangsung Oktober 1928.
Setelah itu gedung ini sempat menjadi toko bunga, hotel, kantor inspektorat bea cukai, hingga kemudian diresmikan sebagai Museum Sumpah Pemuda pada 20 Mei 1973 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin. Gedung ini kemudian resmi dihibahkan oleh ahli waris Sie Kong Lian kepada negara, Yanti Silman pada tahun 2021.
"Museum Sumpah Pemuda sangat berharga bagi kami, tetapi jauh berharga untuk NKRI. Â Maka dari itu kami menghibahkannya untuk negara Indonesia." - keluarga Sie Kong Lian
Karena jasanya yang besar dan karena rumah ini sebenarnya adalah rumah pribadi, maka ada ruangan dan sudut khusus untuk penghormatan bagi Sie Kong Lian dan keluarganya.
Koleksinya Apa Saja?
Museum Sumpah Pemuda ini memiliki website yang menampilkan beberapa koleksi yang termasuk masterpiece dan kunjungan virtual.Â
Di ruang pertama museum ini juga ada layar interaktif. Pengunjung bisa memeriksa denah museum. Â Total ada sembilan ruangan, ruang pengenalan, pemuda berjuang dalam organisasi, pemuda bergerak, pemuda bersatu dalam sumpah pemuda, diorama keluarga Sie Kong Lian, pemondokan Kramat 106, ruang Indonesia Raya, setelah Sumpah Pemuda, harapan, dan kidz corner. Juga ada video profil, film animasi Sumpah Pemuda, dan timelapse revitalisasi.
Di ruangan ini ada linimasa perjalanan dari berdirinya Budi Utomo tahun 1908 hingga pada tahun 1959 tanggal 28 Oktober ditetapkan sebagai hari nasional. Juga ada sosok Tirto Adhi Soejo, sosok yang berjuang melawan penjajahan lewat media cetak. Ia konon adalah inspirasi tokoh cerita dalam Bumi Manusia.