Di bagian mendekati pintu keluar ada kereta jenazah dan foto-foto dokumentasi pemakaman yang begitu ramai oleh pelayat. Diperkirakan ada 20 ribu yang mengiringi pemakamannya.
Bangunan museum ini sendiri dulu dikenal sebagai Gedung Permufakatan.Dulu bangunan ini juga digunakan sebagai tempat melangsungkan Kongres Rakyat Indonesia yang melahirkan Indonesia Berparlemen. Bangunan berarsitektur Indische ini dulunya kediaman Meneer De Has yang pada tahun 1929 dibeli oleh M.H.Thamrin. Bangunan ini kemudian resmi menjadi museum pada 11 Januari 1986.
Oleh karena M.H Thamrin seorang pahlawan asal Betawi maka juga ada pernak-pernik khas Betawi seperti baju adat, alat musik, teras rumah Betawi, juga para pahlawan Betawi. Nah info para pahlawan Betawi ini yang menarik karena banyak yang hanya kuketahui namanya saja. Â Mereka di antaranya Ismail Marzuki, Entong Gendut, Haji Noer Ali, Syaikh Sayyid Utsman, dan Imam Syafei.
Wah karena sepi, aku jadi santai membaca tiap-tiap informasi dan mengamati koleksinya. Menurutku museum M.H. Thamrin memiliki kaitan dengan Museum Sumpah Pemuda yang berjarak sekitar 1.5 kilometer. Setelah berpamitan ke petugas museum, aku pun melangkah menuju Museum Sumpah Pemuda dan tujuan akhir hari itu adalah Museum Kebangkitan Nasional. Semuanya punya benang merah yaitu pergerakan nasional.
Oh iya museum ini bisa diakses dengan transportasi umum. Kalian bisa turun di stasiun komuter Cikini lalu lanjut berjalan kaki sekitar 800 meter melewati jembatan dan pasar Cikini. Atau juga bisa turun di halte TransJakarta di Salemba Universitas Indonesia lalu dilanjutkan berjalan kaki sekitar 500 meter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H