"Cepat tuangkan adonan kulitnya menutupi pisang dan lipat daun pisangnya dengan rapi, Nisa!"
Segera kuangkat adonan campuran tepung beras, gula, daun pandan yang telah mengental. Aku terus mengaduk-aduknya agar tetap tercampur rata dan tak menggumpal.
Kami harus bergerak cepat. Adonan ini cepat mengeras di udara terbuka. Jika tak bergegas dituangkan dan dilipat rapi, maka bentuk nagasari ini bakal tak cantik.
"Ayo cepat lebih cepat, Nisa. Sudah mulai dingin adonannya!"
Tak kusangka membuat kue nagasari itu bakal ribet seperti ini. Tadi pagi aku berburu daun pisang. Ibu ngotot untuk membuat nagasari dengan daun pisang, bukan dengan plastik bening.
Rasa dan aromanya bakal berbeda jika pakai plastik, alasannya. Alih-alih pakai bubuk vanili, ibu tetap memilih menggunakan daun pandan wangi.
Gara-gara aku tak bergegas, beberapa kue nagasari tak tertutup adonan kulit dengan rapi. Ibu melihatku dengan agak kesal. Ya kue-kue yang gagal itu jadi jatahku.
Membuat kue basah rupanya tidak semudah bayanganku. Bahkan kupikir lebih ribet daripada membuat kue modern, seperti cake. Jika membuat cake, asalkan aku mengikuti menyiapkan bahan dan mengikuti metodenya maka persentase keberhasilannya cukup tinggi. Tapi, kue basah perlu ketelatenan.
Kue nagasari itu hanya satu di antara kue-kue yang akan ibu sajikan di acara Maulid Nabi. Ibu telah menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue-kue tradisional. Ada apem dan kue wajik juga. Ibu juga berencana membuat kue lumpur.
Duh kenapa sih ibu tidak buat roti kukus, kue karamel, atau cake pisang saja? Itu kan aku bisa membuatnya dan jaminan keberhasilannya juga tinggi.