Aku menguap lebar. Jarum jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Ingin tidur kok nanggung, sebentar lagi waktu sahur. Aku juga cemas kalau tidur pada jam tersebut, maka bisa bablas lewat sholat Subuh. Akhirnya aku memutuskan terjaga hingga sholat Subuh.Â
Awal-awal puasa aku senang bisa memperbaiki jam tidurku. Aku merasa jam tidurku saat ini kurang sehat. Oleh karenanya mumpung bulan Ramadan maka aku coba untuk tidur lebih awal. Tidur malam maksimal pukul sebelas malam dan bangun sahur pukul empat pagi.Â
Wah kok pukul empat bukan pukul tiga pagi? Alasannya sederhana sih, agar cukup tidur. Juga biasanya aku suka yang praktis untuk sahur. Makan oatmeal atau roti dengan susu atau pisang rasanya sudah cukup. Pasangan juga lebih santai pada Ramadan kali ini, tidak menuntut harus masak ini dan itu.Â
Pukul empat pagi itu rasanya waktu yang pas. Sekitar pukul 04.30 lewat sedikit sudah Imsa'. Setelahnya sholat Subuh. Setelah matahari terbit, maka aku bisa membersihkan rumah, bikin tulisan, memberi makan kucing, sambil siap-siap bekerja pada pukul 08.00-09.00 WIB.
Pada minggu pertama, aku sudah bisa mengontrol ritme kerja dan metabolisme. Tapi kemudian gangguang datang dari pekerjaan.Â
Pada bulan puasa, beban pekerjaan malah makin banyak. Sebenarnya hampir sama dengan pekerjaan jasa konsultan TI pada umumnya. Tapi entah karena apa kemudian jadwal menjadi kacau dan pekerjaan terasa berat.Â
Maka mulailah jadwal tidurku jadi kacau balau.Â
Waktu malam hari memang terasa lebih enak digunakan untuk memeriksa dokumen karena ada energi cukup karena sudah makan dan semua pekerjaan rumah sudah beres. Kucing-kucing juga sudah kenyang dan merasa sudah terlelap.Â
Maka mulailah aku memeriksa lembar-lembar regulasi, best practices ini-itu, prosedur dan sebagainya.Â
Ada kalanya aku mengantuk dan kelelahan. Tapi karena ada jadwal pembahasan keesokan paginya, maka kutetapkan tekad. Ada kalanya kukerjakan seusai sahur hingga jam kerja bermula