Ketika Netflix mengumumkan akan mengadaptasi novel dan games populer, "The Witcher", dalam bentuk live action, tak sedikit yang antusias. Banyak yang berharap serial ini akan menjadi the next "Game of Thrones". Apalagi dengan adanya bangsa peri, penyihir, kurcaci, dan para monster. Namun alih-alih menandinginya, serial ini makin banyak terima kritikan dari para fans. Yang tidak pernah membaca novel dan memainkan games-nya pun cukup banyak yang menyatakan kebingungannya selama menyaksikan serial ini.
Ketika menyaksikan serial ini selama musim pertamanya, aku juga salah satu yang optimis dan antusias menanti "The Witcher". Meski aku sendiri bukan pembaca setia dan hanya suka menyaksikan cuplikan adegan  games-nya. Setelah "Game of Thrones", belum ada lagi serial medieval dengan unsur fantasi yang wah. Oleh karenanya aku berharap banyak pada serial ini. Apalagi sosok tokoh utamanya, Geralt of Rivia, diperankan Henry Cavill.
Novel fantasi yang disusun oleh penulis Polandia, Andrzej Sapkowski, ini terbilang sukses. Novelnya telah dialihbahasakan ke 37 bahasa dan terjual lebih dari 15 juta kopi di seluruh dunia.
Oh iya cerita "The Witcher" berpusat pada sosok Geralt yang dikenal sebagai 'witcher'. Ia adalah pemburu monster yang berlatih ekstra keras di Kaer Morhen. Suatu ketika takdirnya membawanya untuk menjadi pelindung putri Cirilla dari Kerajaan Cintra, yang kemudian menjadi seperti anak angkatnya.
Sementara itu, terjadi pergolakan di sana-sini, berkaitan dengan permusuhan antara Kerajaan Niflgaard dan kerajaan-kerajaan di bagian utara. Juga ada ketegangan antara bangsa manusia dan bangsa peri.
Dalam petualangannya, Geralt kerap kali ditolong beberapa rekannya, seperti Yennefer of Vengerberg dan Triss Merigold. Ia juga pernah kembali ke markas perguruannya, berjumpa kembali dengan mentornya, Master Vesemir.
Musim Pertamanya Membingungkan
Episode pertama dalam musim pertamanya sebenarnya lumayan menarik. Geralt sebagai pembasmi monster langsung diperkenalkan. Ia nampak kelelahan setelah mengalahkan monster jenis kikimora.
Di tempat lain dalam waktu yang berbeda, puteri Ciri nampak hadir di acara formal kerjaan bersama neneknya. Lalu tak lama istananya diserang oleh pasukan Nilfgaard.
Cerita pada episode kedua menceritakan awal mula Yennefer sebagai penyihir. Dari gadis bungkuk buruk rupa yang dijual orang tuanya, ia kemudian berubah jadi penyihir yang kuat dan cantik. Nah lagi-lagi, rupanya latar waktunya lebih awal tiga dekade dari episode pertamanya.