Kerang kecil-kecil yang disebut kupang itu menutupi permukaan potongan lontong yang berwarna putih. Kutuangkan kuah berwarna kecokelatan yang kemudian mengepung posisi kupang lontong. Lalu kusendokkan ke indera pengecapku. Rasanya gurih asam manis dengan aroma khas, seperti yang dulu pernah kurasai.
Dulu saat masih kecil pada jam-jam tertentu ada penjual kupang yang lewat di gang rumah.."Kupaaaaanggg...!!! Aku dan kakak yang penasaran pun kemudian memanggil penjual yang menyunggi dagangannya yang ditaruhnya dalam panci besar tersebut.
Aku dan kakak suka menghabiskan uang jajan kami untuk bereksplorasi. Mencicipi dagangan penjaja makanan keliling. Dulu ada begitu banyak pedagang makanan yang lewat di gang rumah, dari onde-onde, kue cum cum, bakso, pecel, tahu campur lamongan, tahu lontong, sate, dawet nangka, serabi, getuk lidri, bubur campur, bacang, angsle ronde, gula kacang, es campur, kacang kuah, es limun, dan es puter. Begitu banyak godaan untuk jajan.
Aku dan kakak pun suka patungan agar bisa mencobai ini dan itu. Nah, kupang dulu masuk dalam daftar masakan yang bikin penasaran untuk dicobai.
Kami yang masih mungil-mungil terpaku melihat kecekatan penjual memotong lontong berdaun pisang. Ia lalu menuangkan kupang yang nampak kecil-kecil kuning kehitaman, baru menuangkan kuahnya yang kecokelatan. Aromanya mengundang. Ia memasukkan potongan lentho, semacam perkedel dari singkong ke dalam mangkuk
Ia kemudian menawari kami untuk membeli sate kerang, kawan akrab untuk bersantap kupang. Aku kontan mengiyakannya. Aku dan kakak lalu terkejut dengan rasanya. Eksotis.
Setelah masuk di bangku SMP, penjual kupang tak lagi kudengar sapaannya. Aku menemukan kedai kupang di rute jalan menuju SMP. Tapi kini yang masih eksis ada di sekitaran Jalan dr. Cipto.
Kini di depanku ada mangkuk karton berisikan kupang dan segelas es degan. Sate kerangku lupa disertakan oleh penjualnya. Aku membelinya secara daring dan sejak beberapa hari lalu aku ingin sekali menyantap kupang.
Kupang Kraton H. Qomariyah, namanya. Seporsi kupang Rp 15 ribu, sate kerang Rp 2.500,- per tusuknya dan sekitar Rp 6 ribu untuk es degannya dalam menu pesan antar dengan ojek daring.
Rasa kupangnya masih seperti dulu. Aku langsung merasai banjirnya sensasi seperti di lidahku. Manis, asam, dan gurih, dengan aroma khas kupang. Ini semua berkat kupang, petis, dan juga perasan jeruk nipis. Eksotis dan memang tak semua lidah bisa menerimanya.
Biasanya ada menu degan di kedai kupang. Degan berfungsi sebagai penetral jika ada yang tak cocok dengan kupang. Untungnya aku sudah kebal dan biasa-biasa saja karena sejak kecil sudah tak asing menyantapnya.