Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"You and I", Film Dokumenter tentang Dua Perempuan Mantan Tahanan Politik

25 Desember 2020   16:41 Diperbarui: 31 Agustus 2021   22:49 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret kehidupan eks tapol dalam film dokumenter (sumber gambar Fanny Chotimah di VOA Indonesia)

Cerita Dokumenter yang Begitu Dekat
Film ini terasa intim. Penonton bisa melihat bagaimana keduanya sedang mengobrol, mencuci baju, atau ketika hendak tidur. Penonton juga bisa melihat ekspresi Kaminah yang begitu sabar meladeni Kusdalini yang mulai pikun. Ia nampak berusaha tenang dan sabar merawat Kusdalini.

Membuat dokumenter seperti ini tentunya tak mudah. Perlu kesabaran dan ketelatenan karena tentunya obyek film tak akan nyaman jika terus berhadapan dengan kamera.

Mereka dipertemukan di LP lalu hidup berdua hingga akhir hayat (sumber: Tempo)
Mereka dipertemukan di LP lalu hidup berdua hingga akhir hayat (sumber: Tempo)
Di sinilah kesabaran Fanny Chotimah, pembesut film, teruji. Ia mengerjakan film ini selama empat tahun dengan penuh ketekunan. Ia tak langsung mengambil gambar, melainkan menjalin hubungan dulu dengan mereka. Ia membangun kedekatan dengan sabar sehingga kemudian menghasilkan gambar-gambar yang dekat. Kita sebagai penonton, seperti masuk ke dalam kehidupan kedua nenek tersebut.

Gambar-gambar yang disajikan jadinya terasa hangat, intim, dan dekat. Narasi dalam film ini kuat dan begitu humanis. Bagaimana kehidupan masa tua eks tahanan politik yang terbelenggu oleh stigma masyarakat.

Saya waktu itu beruntung menyaksikannya di JAFF-NETPAC Asian Film Festival 2020 yang diadakan secara luring dan daring pada akhir November lalu. Film ini terpilih sebagai film penutup gelaran festival berkelas internasional ini.

Waktu itu penonton membayar Rp 10 ribu untuk menonton di Klikfilm. Selama film ada sesuatu yang membuat saya begitu terharu, terutama ketika Kusdalini dirawat di rumah sakit dan Kaminah berupaya tetap tegar. Dan ketika film berakhir, rasanya begitu menyedihkan. Rasa sepi dan sedih itu begitu menular ke penonton. Saya seperti bisa merasakan betapa takutnya mbah Kaminah kehilangan mbah Kusdalini karena hanya ialah satu-satunya 'saudara' yang dimilikinya. Ia tak punya lagi siapapun.

Film ini berhasil meraih penghargaan bergengsi di tanah air yakni Piala Citra 2020 untuk kategori Film Dokumenter Panjang. Film produksi Solo ini juga terjaring sebagai nominasi KOMiK Awards, masuk dalam 10 Dokumenter Terbaik Asia 2020 oleh media Inggris, New Musical Express; dan juga meraih penghargaan sebagai film terbaik di Asian Competition of the 12th DMZ International Documentary Film Festival. "The Asian Perspective Award".

"Film dokumenter yang berhasil mengangkat realita di masyarakat secara hangat dan dekat. Skor: 8/10"

Fanny berhasil raih piala Citra (sumber: Solo Pos)
Fanny berhasil raih piala Citra (sumber: Solo Pos)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun