Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Belajar Jadi Editor, Belajar Lagi Bahasa Indonesia

23 Oktober 2020   23:32 Diperbarui: 23 Oktober 2020   23:40 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar ejaan dan tata bahasa lagi (sumber:liputan6)

Gara-gara adanya proyek buku antologi yang diselenggarakan komunitas film KOMiK tahun lalu, kemudian berlanjut dengan agenda bulanan merilis majalah komunitas, maka aku pun kemudian belajar menjadi editor. Belajarnya secara otodidak. Prosesnya pun perlahan-lahan. Rupanya ada banyak kesalahan ejaan dan penggunaan bahasa tak baku yang sering kulakukan selama ini.

Pelajaran Bahasa Indonesia berakhir pada masa SMA sekian tahun silam. Pelajaran tentang ejaan yang benar kemudian disegarkan lagi pada masa kuliah ketika mengambil kuliah riset dan metodologi ilmu pengetahuan. Tapi rupanya pengetahuan tentang ejaan dan pedoman umum bahasa ini perlu terus dimutakhirkan dan diaplikasikan agar tidak lupa.

Pelajaran tentang mengenal kembali ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar kudapatkan dengan langsung praktik ketika menjadi editor amatiran. Mau tak mau aku harus lebih sering memeriksa kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) mana kata yang baku dan tidak baku juga memeriksa pedoman umum dan ejaan bahasa Indonesia (PUEBI).

Kadang-kadang aku merasa malu karena sering menggunakan kata yang tak baku. Nahkoda, misalnya. Rupanya yang baku adalah nakhoda. Alquran rupanya yang baku, bukan Al-Quran. Becermin bukan bercermin, dan sebagainya.

Kemudian aku juga belajar menggunakan kata-kata serapan agar di dalam artikel tak banyak menggunakan kata berbahasa asing. Padanan baby sitter rupanya adalah pramusiwi. Offline itu padanannya luring. Sedangkan stand up comedy padanannya komedi tunggal.

Kata-kata serapan baru ini menarik. Memang rasanya masih tak enak di telinga karena belum jamak digunakan. Tapi sambil mengedit juga rasanya perlu untuk membantu mengenalkan bahasa tersebut.

Aku juga belajar tentang paginasi atau cara memenggal kata. Ini penting karena aplikasi penyunting naskah yang kugunakan tidak memiliki fitur paginasi otomatis. Sementara jika menggunakan rerata kiri atau rerata kanan-kiri sering kali terlihat ruang kosong yang lebar. Ini masih belajar dan rupanya aku masih sering membuat kesalahan.

Belajar menjadi editor rupanya membuatku semakin merasa pengetahuanku tentang ejaan bahasa Indonesia masihlah jauh dari kata sempurna. Belajar bahasa itu rupanya ilmu harus yang harus terus diasah dan diperbarui. Ada banyak kata serapan baru. Ada cara pemenggalan kata yang aku masih suka salah, demikian pula dengan penggunaan huruf kapital, dan sebagainya.

Oh rupanya ilmu bahasa itu menarik dan tak mudah. Aku harus masih perlu banyak belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun