Terhitung lima minggu ini aku tidak bersua dengan rekan-rekan kantor. Kantor telah menerapkan full work from home sejak tanggal 19 Maret silam karena Depok masa itu sudah masuk zona merah. Kini kami pun berganti semuanya serba daring.
Sebenarnya bidang pekerjaan kami paling mudah beradaptasi dengan work from home. Kami bekerja di industri teknologi informasi (TI). Aku dan kawan-kawanku berada di divisi konsultan yang mengerjakan proyek-proyek TI seperti perencanaan sistem strategis, peta jalan TI (IT road map), cetak biru TI (IT blueprint), audit dan keamanan TI, juga hal-hal di bidang data dan tata kelola TI.
Kami sudah terbiasa bekerja secara daring dan meng-update data juga laporan di sebuah repositori khusus. Meski demikian kami tetap melakukan komunikasi fisik, melakukan diskusi tentang metode ataupun analisa yang kiranya susah dibahas secara daring setiap minggu, serta berkunjung ke kantor klien. Nah yang untuk urusan dengan klien ini nih yang biasanya perlu tatap muka langsung untuk melakukan konfirmasi. Sebenarnya semuanya bisa secara daring sih, cuma telanjur jadi kebiasaan saja.
Work from Home Membuatnya Serba Daring
Adanya work from home membuat kami 'dipaksa' untuk melakukannya serba daring. Kalau untuk urusan pekerjaan sehari-hari, aku sih nyaman-nyaman saja. Tinggal buat prioritas pekerjaan hari itu, diskusi dengan teman-teman soal bagi-bagi tugas dan menyamakan pola kerja, lalu tinggal nanti dilaporkan perkembangan hasil kerja per mingguan.
Nah untuk diskusinya kami makin mengandalkan aplikasi percakapan. Kami tetap aktif bersilaturahmi dengan grup dengan menggunakan aplikasi percakapan. Obrolannya sama ramainya dengan versi sehari-hari secara fisik.
Ada tiga grup percakapan untuk kantor melalui aplikasi percakapan, belum lagi satu grup besar melalui Google Hangout. Dua forum lebih formal, sedangkan dua lainnya lebih santai. Nah di dalam dua grup terakhir inilah kami bisa lebih santai dalam berdiskusi, termasuk berbagi info promo dan bercanda tentang apa saja.
Kami lebih memilih grup percakapan daripada melakukan diskusi dengan video conference. Selain lebih santai, kami bisa tetap mengenakan kaus oblong dan celana santai sambil bekerja, kami mulai waspada dengan isu keamanan. Jika masih bisa diselesaikan dengan texting di grup percakapan maka rasanya sudah cukup.
Memang ada dua hal yang sulit dilepaskan dari video conference, yang pertama kuliah secara daring dan yang kedua adalah ketika mengikuti aanwijzing serta hal-hal yang berkaitan dengan urusan pelelangan. Para penyelenggara lelang meminta para vendor untuk mengikuti aanwijzing dan melalukan pemaparan secara video conference.
Setiap hari kami melakukan silaturahmi daring, bahkan kadang-kadang pada saat hari libur pun kami masih giat mengobrol.
Materi obrolan kami spontan. Apabila kami sedang jenuh atau stuck dengan satu pekerjaan, kami pun curhat, saling memberi masukan, dan ujung-ujungnya saling bercanda. Kadang-kadang kami memang berbeda pendapat, misalnya terkait dengan cara pengerjaan, tapi untunglah masih bisa diselesaikan dengan tanpa perlu tatap muka.
Jika urusan pekerjaan sudah oke kami mengobrol ngalor ngidul, misalnya tentang promo buku dan promo makanan. Nah ini ada di grup kantor satu lagi yang anggotanya khusus perempuan. Topik bahasan yang sedang ramai adalah promo buku besar-besaran dalam rangka memeringati hari buku.