Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan, Pandemi, dan Ibadah Personal

27 April 2020   20:20 Diperbarui: 27 April 2020   22:15 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seusai mengantar Nero, kucingku, yang sedang sakit, ke klinik hewan, aku melihat ada sesuatu yang sangat berbeda pada masa puasa Ramadan kali ini. Penjual makanan takjil jauh berkurang, terhitung sedikit. Selain itu masjid selepas Ashar nampak sepi, padahal pada tahun-tahun sebelumnya, anak-anak ramai mengaji. Yang paling mencolok adalah kondisi selepas azan Isya' di mana biasanya warga bersiap tarawih. Masjid tetap sepi, karena pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB), para warga dihimbau untuk beribadah di rumah masing-masing.

Klinik hewan pada masa pandemi ini laris-manis. Mungkin karena orang-orang takut hewannya tertular penyakit Covid sehingga ketika si kucing bersin-bersin, mereka langsung membawanya ke klinik. Situasi ini berbalik dengan penjual takjil dadakan di sekitar tempat tinggal yang tahun ini sepi. Aku membeli beberapa buah penganan untuk berbuka nanti. Sosis solo, bubur sumsum, dan wajik.

Aku ke klinik hari Minggu kemarin. Baru sore usai Ashar, kami kembali karena Nero sulit dikendalikan saat diperiksa oleh dokter klinik. Ia mengamuk karena merasa sakit dan takut dengan tempat juga orang yang asing.

Untunglah selama dalam perjalanan Nero mulai tenang. Ia sepertinya tahu kami pulang. Aku sendiri merasa agak lebih tenang karena penyakit Nero tak separah dugaan. Setidaknya ia perlu istirahat, minum obat, dan makan banyak.

Aku memiliki harapan agar kucing-kucingku tetap sehat selama masa pandemi ini. Si Nero adalah sahabatku sejak lima tahun ini. Aku ingin ia lebih sabar dan menahan diri untuk tidak berpetualang, menjelajah rumah demi rumah untuk sementara waktu ini. Hingga ia bebas penyakit dan fisiknya kembali kuat seperti dulu lagi.

Ya, harapanku pada masa pandemi dan Ramadan ini salah satunya mungkin sederhana. Aku hanya ingin kucing-kucingku sehat. Ada tiga kucingku saat ini, si Kidut yang ragil, si Mungil yang merupakan Ibunda si Kidut, dan si Nero yang paling tua. Apabila mereka sehat maka aku bisa fokus mengerjakan tugas-tugasku lainnya dan tentunya beribadah. Selain itu mereka adalah sahabatku, mereka hadiah dari Tuhan yang berharga.

Ramadan 2020 dan Ibadah Personal

Ibadah menurut pemahamanku ada dua, beribadah secara vertikal yaitu kepada Allah SWT dan beribadah secara horizontal yakni melakukan perbuatan baik kepada sesama manusia dan makhluk Tuhan lainnya seperti hewan, tanaman, juga alam lingkungan.  Ukuran baik buruknya ibadah seseorang tak selalu nampak secara kasat mata, karena ibadah terutama ibadah secara vertikal merupakan ibadah perorangan. Ibadah tersebut terkait dengan individu masing-masing dan Tuhannya. Ibadah seperti puasa Ramadan bagiku termasuk ibadah perorangan. Ibadah personal alias ibadah yang privat, yang mengetahui apakah ia benar-benar berpuasa hanyalah Tuhan dan dirinya.

Kadang-kadang aku merasa bulan Ramadan menjadi semacam komoditas, semacam ibadah perayaan. Ia dieksklusifkan dan minta diberikan keistimewaan, dengan pengurangan jam bekerja dan pemakluman jika ada kesalahan. Memang ini menyenangkan dan aku juga menikmati keistimewaan bulan Ramadan di Indonesia. Namun, ada kalanya aku merasa ibadah ini menjadi ibadah yang bersifat komunal. Dirayakan bersama-sama sehingga kadang-kadang aku merasa kehilangan esensinya. Padahal harapannya setelah Ramadan, setiap individu yang mengalami peningkatan kualitas diri, bukan kelompok massa.

Untuk itulah secara pribadi, aku merasa PSBB ini semacam a blessing in disguise. Memang pandemi ini bukan sesuatu yang menyenangkan dan banyak merugikan orang. Tapi di balik musibah tersebut, diriku diingatkan dengan esensi Ramadan. Sejatinya beribadah adalah ruang pribadi, orang-orang di sekitar tak akan tahu aku berpuasa dengan benar atau tidak. Siapa tahu diam-diam aku meneguk air mineral. Mereka tak tahu aku melakukan sholat secara khusyu atau malah memikirkan makanan dan pekerjaan yang belum kelar. Hanya aku dan Tuhan yang tahu aku melakukan ibadah dengan benar atau hanya melakukannya secara formalitas.

Ibadah personal ini terkait dengan harapanku selama Ramadan nomor kedua, yakni aku bisa meningkatkan kualitas diriku. Kualitas diri yang bisa terasah dengan melakukan ibadah personal yang sungguh-sungguh. Kualitas diri yang kuharapkan bisa meningkat di antaranya bisa lebih sabar, tidak mudah marah, lebih mampu mengendalikan emosi, lebih peduli terhadap sesama dan alam, juga lebih fokus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun