Pada tahun 1998 ketika situasi politik Indonesia sedang panas, dua keluarga di sebuah daerah di Makassar sedang berduka. Tutu kehilangan kekasihnya, Natisha, tepat pada hari ia akan melangsungkan pernikahannya.Â
Natisha melakukan silariang. Lebih hancur lagi perasaan Tutu ketika pria yang bersama Natisha adalah Rangka, teman masa kecilnya. Kisah silariang dan misteri parakang ini dikupas dalam buku fiksi berjudul "Natisha: Persembahan Terakhir".
Silariang dianggap malapetaka bagi keluarga perempuan. Ia bisa disebut aib bagi sebuah keluarga karena dianggap tidak bisa menjaga putrinya dengan baik.Â
Bagi pasangan yang melakukan silariang ada berbagai penyebab yang membuat mereka terpacu melakukannya. Tutu tak menemukan alasan kekasihnya melakukan hal tersebut.Â
Keduanya telah bersama selama 15 tahun. Mereka telah melalui sejumlah peristiwa yang mencoba memisahkan keduanya karena berbeda 'kasta', Natisha adalah pemilik gelar Karaeng, gelar kebangsawanan. Tutu hanya seorang Daeng.
Tutu, kekasihnya, merasa ingin mati. Tapi hati kecilnya merasa ada sesuatu yang ganjil. Bersama kedua sahabatnya dan kakak Natisha mereka pun memutuskan untuk mencari Natisha dengan batasan waktu tiga bulan.
Hingga akhirnya mereka menemukan petunjuk, Natisha akan dijadikan tumbal oleh Rangka yang hendak menyempurnakan ilmu hitamnya. Ilmu parakang. Pemilik ilmu ini akan bisa menghilang dan berubah wujud.Â
Namun untuk menguasai ilmu ini ada ritual dan tumbal. Tutu dkk berlomba dengan waktu. Rangka begitu cerdik dan ia seolah-olah selalu unggul selangkah di depan.
Sebuah Buku Misteri Ala "Angels and Demon"
Ketika mendapat hadiah buku ini dari mba Muthiah Alhasany, aku lantas mengagumi covernya. Sederhana dan elegan dengan menampilkan sosok wanita yang memiliki kepribadian kuat dengan latar hitam. Ketika kubaca penulisnya aku tersenyum. Ia adalah Khrisna Pabichara, novelis yang juga kompasianer.
Buku ini begitu tebal. Tebalnya 415 halaman. Aku merasa ragu apakah kiranya aku berhasil menyelesaikannya. Tapi rupanya kemarin aku tergerak untuk membacanya.Â