"Aaaaargh...!" Aku berlari kencang menuju kamar mandi. Kucuci kakiku dengan antiseptik. Aku baru saja menginjak sesuatu. Sesuatu yang lunak. Rupanya yang kuinjak adalah tikus besar yang tak bernyawa.
Duh siapa sih yang iseng memberikan kejutan seperti ini, aku mengernyit jijik. Halaman rumahku memang tak berpagar. Dan hadiah kejutan juga pernah kualami sebelumnya. Tapi bentuknya bunga atau sesuatu yang menyenangkan. Bukan hadiah seekor tikus. Hiiih...aku segera membuang bangkai tikus itu.
Urusan pekerjaan membuatku lupa kejadian lalu. Kali ini aku menerima kejutan baru, sesuatu yang bersemut. Astaga ada beberapa ekor lipas yang telah mati di teras. Aku takut sekali dengan hewan ini.
Ini pelakunya iseng banget. Tahu saja hewan-hewan yang kutakuti. Besok ia memberi aku apa lagi nih.
Duh aku jadi tidak bisa tidur. Aku penasaran dengan secret admirerku. Aku pun memutuskan bersiaga di jendela.
Aku mendengar sesuatu. Ada yang mendekat ke teras rumah. Ya, aku siap memergokinya.
Eh...kok... pelakunya rupanya kucing hitam putih. Ia membawa sesuatu di mulutnya. Seekor anak kucing yang lucu. Ia menaruhnya di alas kaki, lalu memandangiku. Aku ingat kucing itu. Aku pernah menolongnya, membersihkan luka dan mengobatinya saat kakinya luka tertabrak motor.
Ia mengingatku. Hewan-hewan itu adalah hadiah buatku. Aku menganggukkan kepala, membolehkannya mengasuh anaknya di teras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H