Sejak ada tantangan menulis tiap hari atau one day one post (ODOP) pada bulan puasa silam, aku jadi terbiasa menulis di Kompasiana. Awalnya berat tapi lama-kelamaan jadi sebuah rutinitas. Kupikir tantangan berat melakukan ODOP adalah mencari ide tulisan, tapi ternyata bukan. Tantangan terberat yang kuhadapi adalah masalah mood menulis.
Mood konon berkaitan dengan semangat untuk menulis. Ketika tidak sedang mood maka bawaannya malas untuk menulis. Bahkan menulis satu paragraf pun rasanya berat.
Dulu mood atau suasana hati  kujadikan alasan apabila aku sedang benar-benar malas. Enggak menulis alasannya mood, tulisan jelek juga lagi-lagi kambing hitamnya adalah mood. Suasana hatiku lagi buruk.
Hingga suatu ketika di sebuah acara pelatihan menulis, seorang narasumber berkata bahwa tidak ada istilah tidak mood bagi seorang wartawan. Itulah yang ditanamkan oleh Pak Dahlan Iskan. Tapi itu kan wartawan di mana mereka bermatapencaharian menulis?! Aku masih beralasan.
Baru kemudian kupahami bahwa hal ini bisa diterapkan di semua pekerjaan. Aku tidak bisa beralasan bahwa aku tidak sedang mood mengerjakan analisa berkaitan dengan sebuah proyek TI. Aku juga tidak bisa terus menunda-nunda menyusun sebuah paper dengan alasan serupa, tidak mood. Jika semuanya memiliki alasan tidak mood maka aku punya alasan terus bermalasan.
Dari hasil observasiku terhadap diriku sendiri itulah tantangan yang paling berat. Mengalahkan mood, bagaimana aku bisa tetap produktif menulis baik sedang atau tidak antusias melakukannya.
Dulu kupikir tantangan berat adalah soal gagasan dan waktu yang terbatas. Ternyata ide itu banyak. Aku punya banyak bank ide yang rajin kucatat di aplikasi note di ponsel. Kadang-kadang ide spontan juga bermunculan, di mana kebanyakan ide spontan itu yang kemudian menjadi bahan tulisan. Saat mendengar sebuah lagu eh malah tulisan tentang lagu tersebut yang kuselesaikan, tulisan lainnya yang sudah beberapa paragraf malah kutinggalkan.
Tentang waktu memang waktu terbatas dengan aktivitas melakukan pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan kantoran. Akan tetapi waktu ini bisa diakali. Aku bisa menulis saat sebelum berangkat, saat jam istirahat, atau ketika tiba di rumah. Masalahnya aku sedang mood, tidak?!
Ketika sedang mood maka aku bisa menulis dengan cepat dan dengan luapan energi yang tertuang dalam tulisan. Ketika sedang enggan menulis, beberapa kali hanya selesai di paragraf pertana, setelahnya terbengkalai. Atau jika diteruskan maka tulisannya garing dan kurang memiliki ruh.
Akan tetapi proses menulis tetaplah perlu dihargai. Menghadirkan mood untuk menulis sesuatu yang gampang-gampang susah. Ada kalanya memang tubuh dan pikiran tidak dipaksa, hanya ingin bermalas-malasan. Hasilnya memang bisa jadi kurang sebaik ketika energi dan antusias itu maksimal.
Mood nggak mood yang penting tetap menulis. Oleh karena jika menuruti mood maka belum tentu jadi sebuah tulisan setelah sekian purnama.