Aku telah berjalan lebih dari satu kilometer. Aku hampir berbalik, mengambil motor dan meminta bantuan para tetangga. Lalu aku mendengar suara kucing. Di balik puing-puing bangunan di kebun kosong, aku mendengar suara anak kucing dan anak manusia yang menentramkannya. Itu suara Fitri.
Aku menyorot kebun kosong itu dan memanggil nama Fitri. Ia ada di situ. Bersamanya ada dus berisi anak-anak kucing. Oh itu rahasia Fitri. Ia nampak takut dan marah. Aku mendekatinya perlahan dan memeluknya. Ia meronta-ronta dan menangis.
Rupanya Fitri sudah lama menyimpan rahasia tentang anak kucing itu. Ia takut aku tak memperbolehkan merawat anak kucing itu. Setiap melihat anak kucing itu ia teringat akan rumah, ketika kami masih lengkap berkumpul. Ia rindu masa-masa itu.
Aku ikut menangis. Aku juga rindu Ibu. Aku membantu Fitri mengangkat kardus berisi anak kucing, berjalan menuju rumah. Ia memegang pinggangku. Nanti setelah tiba di rumah, aku akan menelpon Ibu dan mengijinkannya untuk berkunjung ke rumah kecil kami bersama keluarga barunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H