Tiga ekor anak kucing ditempatkan induknya di lorong, samping rumah. Dua ekor anak kucing, Pwan dan Ponoc tumbuh menjadi dua kucing lincah, sedangkan adiknya kurang beruntung. Ponoc kemudian tinggal sendiri, Pwan menjadi korban tabrak lari. Ponoc kemudian menjadi si mungil junior, menemani Nero.
Si Ponoc baru berusia lima bulan. Ia kucing betina yang lincah. Sejak ia sempat tersesat dua hari di selokan, ia menjadi manja. Ia ingin menjadi kucing utama menggantikan si Nero. Ia suka berjoget dan berpose, menarik perhatian. Ia dipanggil si Mungil karena ukurannya masih kecil, hampir separuhnya si Nero.
Nero tahun ini berusia lima tahunan. Ia menjadi kucing jantan yang gagah. Kerjanya berseliweran, menjadi petugas patroli memastikan keamanan kucing di gang. Ia kini mudah marah dan enggan dipeluk-peluk seperti dulu kala.
Suatu ketika ia terbelalak. Nero kesal melihat si Mungil yang manja. Ia takut gelar kucing utama direngut oleh si Mungil alias si Ponoc. Ia sadar sudah tak lucu dan lincah. Nero pun merajuk.
Nero merajuk dengan caranya. Ia sekarang rajin di rumah saat majikannya belum berangkat dan seusai jam kerja, menunggunya. Makanannya harus lebih banyak dan lebih enak daripada si Mungil. Â Ia mengambil jatah ikan si Mungil. Si Mungil tak berdaya dan tak berani melawannya. Si Mungil mau menangis.
Si Nero dan si Ponoc, aku sayang Kalian semua. Jangan cemburu Nero, Kamu tetap kucing utama. Si Mungil Ponoc, jangan ikut merajuk, jatah makananmu tetap tersedia. Hari ini ada ikan segar dan ikan kemasan buat Kalian berdua.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H