Langit yang menghiasi pantai ini telah berwarna kemerahan. Aku memandang cakrawala tanpa merasa bosan. Sudah berkali-kali aku menatap perubahan langit menuju matahari terbit dan selalu merasa terpesona.
Sebuah puisi kemudian terbayang di benak. Aku kemudian mengeluarkan ponsel dan mengetik dengan cepat. Sebuah puisi yang lahir secara spontan. Alam selalu membuatku mudah melahirkan karya. Puisi dan cerita yang tak pernah kubagikan. Sebuah kisah yang kusimpan untuk pengingat setiap momen yang istimewa.
Sudah ratusan puisi dan prosa kuciptakan. Aku ingin membagikan suasana dan perasaanku setiap kali terpukau oleh keindahan alam.Â
Pesona alam itu menggelitik imajinasiku. Mengajakku untuk merenungi juga mensyukuri keindahan di sekelilingku. Sama dengan perasaanku selalu ketika kau hadir di dekatku. Tapi ketika kau baik kepadaku, sementara di waktu-waktu lainnya kau banyak menyakiti perasaanku.
Aku menengok jam tangan. Masih pukul lima lewat. Matahari belum terbit sempurna.
Tak lama aku larut dalam lamunan. Setiap kali aku gelisah aku selalu merindukan perjalanan. Waktu berjam-jam di kereta membuatku lupa akan permasalahan. Ketika aku bercengkrama dengan penumpang di sebelah, atau ketika aku menemui adegan dramatis yang nyata, aku merasai kehidupan yang tak hanya terpusat di aku, kamu, dan mereka.
Seharusnya memang tidak perlu ada kamu dalam hidupku. Kamu membuat hidupku berwarna tapi juga menjadi nerakaku. Aku tertawa dengan dirimu, tapi tangisanku lebih sering mengalir.Â
Matahari mulai menampakkan cahayanya ke dunia. Ah sinarnya yang lembut membuat langit berwarna kuning keemasan. Aku lebih suka langit kemerahan namun langit kuning keemasan tak kalah menawan. Hanya memandang pantai dengan hiasan langit ini liburanku berasa sempurna.
Ya, hidupku sempurna tanpa perlu mengikuti pendapat dan kemauan banyak orang. Hidupku saat ini baik-baik saja. Aku menghela nafas sambil memejamkan mata. Saat mataku kembali terbuka aku melihat langit yang telah terang dengan kicau burung menambah dramatis suasana.Â