Bukan Hanya tentang Kesulitan Uang
Saat mengobrol dengan beberapa PSK aku tertegun. Selama ini aku memiliki simpati khusus kepada mereka. Aku menganggap mereka korban, ada yang menjadi PSK karena perdagangan wanita dan ini sebuah realita, juga ada yang karena terbelit masalah ekonomi.
Dia mengaku berasal dari sebuah kabupaten di Jawa Timur. Keluarganya tidak ada yang tahu profesi sebenarnya karena ia mengaku menjadi pramuniaga. Dalam sehari ia bisa "melayani" 8-9 pelanggan dengan tarif sekitar Rp 150 ribu masa itu. Ia memang terbilang cantik dengan baju yang seksi.
Aku bertanya apakah kiranya dia berniat melepaskan diri dari jeratan dunia hiburan ini? Jawabannya membuatku terdiam. Ya, memang tidak semua karena alasan ekonomi dan perdagangan wanita meskipun persentasenya kecil. Ia mengaku menyukai pekerjaannya karena menganggapnya mudah.
Kunjungan ini kemudian berlanjut pada malam hari. Kami menuju berbagai tempat prostitusi di Surabaya. Di Surabaya Timur dulu ada tempat yang disebut kawasan gay, menyasar ke anak-anak muda karena di situ ada berbagai kampus. Mereka punya majalah Gaya Nusantara. Aku tidak tahu apakah majalah dan komunitas itu masih ada.Â
Aku sempat mendapatkan majalahnya dan kemudian pusing membaca isinya. Ada sebuah rubrik seperti kontak jodoh yang isinya laki-laki mencari laki-laki dengan kriteria khusus. Kalangan lesbian dulu juga punya tempat khusus di sebuah taman hiburan yang buka malam hari. Aku tidak tahu untuk saat ini.Â
Oh ya prostitusi itu pelakunya bukan hanya perempuan tapi juga pria dan kaum waria. Untuk pria aku pernah mendapat kabar bahwa ada di sebuah pusat perbelanjaan tak jauh dari Monkasel (Monumen Kapal Selam). Di kawasan itu juga biasanya ada waria yang menjajakan diri. Bila ada razia kadang-kadang ada yang sengaja menceburkan diri di sungai karena takut tertangkap. Tapi itu sekitar satu dekade silam, entah sekarang.
Dari pencahayaan lampu jalan yang samar-samar aku melihat perempuan yang berdiri di pinggir jalan. Dalam hati aku merasa sedih.
Kemudian kami menuju kawasan Jarak, di bilangan Putat Jaya, salah satu pesaing Dolly. Lokasinya tak jauh dengan Dolly. Di sini tarifnya lebih murah daripada Dolly karena usia para PSK-nya lebih tua. Alumni Dolly yang sudah dirasa tak muda juga ada yang  berpindah ke Jarak. Lokalisasi Jarak kemudian ditutup lebih dahulu, menyusul Dolly pada tahun 2014.
Tujuan terakhir kami adalah lokalisasi terbesar di Asia Tenggara. Julukan yang mengenaskan. Suasananya sangat berbeda dengan saat kami ke sini siang sebelumnya. Sangat ramai, ada banyak mobil lewat di sini dan kemudian menepi. Para PSK di beberapa wisma duduk manis di sebuah sofa panjang di ruang tamu dengan kaca aquarium.Â