Tahun lalu aku mendapat musibah rumah yang kutempati mendapat serangan rayap. Serangan mereka mengerikan, menggerototi rangka kayu sehingga atap rumahku ambles. Alhasil selama dua bulan, termasuk bulan Ramadan, kami terpaksa mengungsi di rumah petak. Ketika rumah akhirnya benar-benar siap ditempati kembali jelang lebaran, rasanya benar-benar hadiah yang berkesan.
Cerita sedih itu dimulai pada musim hujan tahun lalu. Seingatku curah hujan begitu tinggi pada waktu itu selama berbulan-bulan. Di satu sisi serangan rayap di lingkungan tempat tinggalku begitu kuat. Sudah ada dua rumah tetangga yang bermasalah gara-gara rayap. Rayap ini mungkin penghuni jaman dulu ketika lingkungan rumah kami masih berupa kebun.
Kombinasi hujan deras dan rayap ini membuat plafon kamar tengah suatu ketika jebol. Pada saat hujan yang sangat deras, balok rangka kayu di kamar tengah melorot disusul genting yang jatuh. Air hujan pun kemudian menerobos masuk. Kejadian itu menjadi peringatan bagi kami bahwa rumah kami sepertinya juga bermasalah dengan rayap.
Setelah memanggil tukang bangunan untuk memeriksa, rupanya kondisi rangka atap sudah cukup parah. Kami harus cepat-cepat mengungsi. Jika tidak, bisa jadi pada saat kami tidur kejatuhan balok kayu genting.
Mengungsi itu tidak enak. Kami pindah sementara di sebuah rumah petak yang mungil. Antar rumah di kompleks rumah petak itu begitu rapat. Di depannya adalah kebon pisang.
Kami pun membawa barang-barang dari rumah kami secukupnya. Dengan bermotor kami membawa kasur gulung, peralatan mandi, peralatan memasak, dan tabung gas untuk memasak. Aku tidak bisa membawa kulkas karena susah dipindahkan. Jadilah aku harus benar-benar bersabar dengan peralatan seadanya.
Sebenarnya aku tidak terlalu kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru. Mungkin karena aku sudah sering pindah tempat tinggal jadinya hal tersebut tak begitu jadi masalah. Kalau kuhitung-hitung sudah sebelas kali aku berpindah-pindah tempat tinggal. Yang bikin aku sedih adalah dua kucingku, si Mungil dan si Nero Ketika aku mengungsi keduanya tak bisa kubawa. Aku merasa was-was dengan nasib keduanya.
Beberapa hari setelah pindah rumah, aku sibuk mencari kedua kucingku. Si Nero kemudian kucoba bawa ke rumah petak tersebut. Sayangnya si Nero tidak betah. Ia mengeong-ngeong sepanjang malam. Ia nampak stress. Aku mencoba menenangkannya. Ia nampak ketakutan ketika pagi hari bertemu dengan kucing-kucing rumah petak. Melihat Nero yang seperti itu aku sangat kasihan. Akhirnya aku mengalah. Nero kukembalikan ke dekat rumah, aku datang dua kali sehari untuk memberi makan Nero dan Mungil.
Selama bulan Ramadan rupanya para tukang bangunan juga tetap berpuasa. Mereka berasal dari Wonogiri. Para tukang itu sopan dan baik hati. Mereka membantuku mengurus kucing-kucing jika aku berhalangan untuk datang menengok mereka. Pekerjaan mereka juga cepat dan rapi. Jaringan baja ringan sudah dipasang menggantikan rangka kayu. Plafon juga mulai dipasang. Aku menunggu-nunggu saat untuk pindah kembali ke rumahku.