Yup mulailah tradisi berikutnya. Kali ini kegiatan yang kami tidak sukai. Apalagi kalau bukan mengelap kaca.
Ibu selalu ingin kaca jendelanya cemerlang. Naas bagi anak-anaknya, rumah kami banyak menggunakan kaca bukan hanya jendela namun juga pintu-pintunya. Di loteng juga banyak yang menggunakan kaca. Alhasil kami bertiga pun kerja keras membersihkan kaca. Ibu kemudian inspeksi hasil kerja kami. Jika jendela masih buthek alias belum cemerlang, maka kami harus mengulang pekerjaan.
Biasanya nenek juga memintaku menata toples miliknya. Alhasil aku juga bisa mencicipi kue-kue milik nenek.
Setelah itu, ayah akan mengumpulkan kami. Ia akan memulai tradisi memecah  celengan jagonya. Ketika celengan gerabah itu pecah maka kami berlomba mengumpulkan duitnya. Kami menghitung duit itu dengan semangat dan berdebar-debar apakah ayah akan membagikan uang itu ke kami atau tidak.
Tradisi seperti keramas, ater-ater, menata kue dan mengelap kaca masih berlangsung hingga kini di rumah Malang. Kini yang melakukan pekerjaan mengelap kaca adalah para keponakan kami. Sedangkan makanan ater-ater masa kini adalah hasil memesan. Ibu tidak punya teman untuk membantunya memasak, jadinya pakai cara yang praktis yaitu tinggal pesan.
Itu tradisi masa kecil yang kuingat. Bagaimana dengan tradisi Ramadan Kawan-kawan Kompasianer?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H