Saya sendiri hingga saat ini belum tahu apakah sistem informasi ini sudah jadi dan telah diimplementasikan atau masih dalam tahap pembangunan. Namun, seandainya sistem infomasi ini sudah jadi maka sistem informasi ini tidak bisa dikelola sendiri oleh pihak Kementerian Perdagangan di pusat, namun juga perlu bantuan input data dari berbagai institusi di berbagai daerah.
Sistem informasi ini juga sebaiknya terintegrasi dengan sistem informasi ketahanan pangan yang sudah dikembangkan oleh Ditjen Ketahanan Pangan. Alangkah lebih baik lagi jika sistem informasi perdagangan juga terintegrasi atau memiliki sistem pertukaran data dengan sistem informasi tentang holtikultura dan juga sistem informasi tentang peternakan.
Jika hal tersebut terwujud maka data dari berbagai institusi tersebut akan sinkron dan bisa menghasilkan sumber data yang akurat untuk penentu kebijakan strategis.
Oleh karena sekarang juga sistem media sosial, maka sistem informasi tersebut juga dapat mendapatkan data dari percakapan di media sosial. Saat ini sudah banyak pihak yang menggunakan big data untuk menggali informasi dari media sosial. Misalnya di sebuah daerah ada yang ramai mengeluhkan harga daging sapi yang mahal atau mengalami kekurangan pasokan minyak goreng.
Dengan adanya big data maka sumber data dari media sosial tersebut bisa digunakan untuk ditelurusi lebih lanjut apakah benar atau tidaknya harga di suatu daerah tersebut melonjak.
Teknologi bisa digunakan untuk menjaga stabillitas harga kebutuhan pokok. Jangan sampai pemakluman masyarakat selama ini dengan melonjaknya harga kebutuhan saat jelang hari raya dijadikan landasan bahwa hal tersebut wajar. Dengan adanya stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat pun akan senang dan dana untuk mengantisipasi kenaikan tersebut bisa dialokasikan ke kebutuhan lainnya yang lebih penting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H