Bagaimana jika orang-orang lebih menikmati bermain di virtual reality daripada hidup berkesusahan di dunia nyata? Kisah petualangan di dunia virtual reality bernama OASIS demi memerebutkan hadiah besar yang dapat mengubah hidup seseorang ini disajikan dalam film besutan Steven Spielberg teranyar, Ready Player One.
Dikisahkan pada tahun 2045, berbagai wilayah di bumi mengalami distopia karena kelebihan populasi, korupsi, dan perubahan iklim. Kemiskinan dan kekumuhan menjadi pemandangan di beberapa tempat. Sehingga tak heran jika ada banyak warga yang tinggal ditumpukan rongsokan karavan, termasuk Wade Watts (Tye Sheridan) yang tinggal bersama bibinya karena ia yatim piatu.
Karena kondisi nyata yang tidak menyenangkan, banyak yang memilih larut dalam permainan virtual reality. Game bernama OASIS (Ontologically Anthropocentric Sensory Immersive Simulation) ini diciptakan oleh James Halliday (Mark Rylance).
Di OASIS, mereka bisa belajar dan bermain. Para pemain bisa mengubah avatar sesukanya dan mengumpulkan koin untuk menambah kemampuannya. Tempat yang mereka sukai untuk menambang uang adalah Doom, di mana mereka bisa bertempur dan dapat peluang meraup koin sebanyak-banyaknya. Oh ya karena saraf terhubung maka jika seorang pemain dipukul dalam OASIS maka ia akan juga merasakan sedikit kesakitan. Oleh karenanya ada yang menggunakan baju khusus dulu sebelum mengenakan kacamata virtual reality tersebut.
Wade dengan avatar bernama Parzival, termasuk yang bernafsu mendapatkan hadiah tersebut. Ia ingin keluar dari tempat rongsokan tersebut. Selain Wade, ada Aech (Lena Waithe) si mekanik, Art3mis (Olivia Cooke), dan dua bersaudara Daito (Win Morisaki) dan Shoto (Philip Zhao).Â
Awalnya mereka berburu sendiri-sendiri tapi kemudian situasi kondisi membuat mereka bersatu. Apalagi ketika pihak IOI, perusahaan game dan produsen perangkat game di bawah pimpinan Nolan Sorrento (Ben Mendelsohn) melakukan apa saja baik di dunia nyata dan virtual reality, untuk mendapatkan hadiah tersebut.
Ready Player One menawarkan cerita yang benar-benar memanjakan pecinta games, animasi, dan film. Ada banyak referensi pop culture dalam film ini yang membuat saya terhibur dan tergelak-gelak di beberapa adegan. Film ini benar-benar di luar ekspektasi.Â
Memang sih kalau dipikir-pikir lagi narasinya sederhana dan agak klise, persaingan antara kubu jahat yang tamak dan sekumpulan orang-orang biasa yang awalnya hanya ingin mengubah kehidupan mereka. Tapi, eksekusi ceritanya benar-benar seru dan menghibur. Saya seolah-olah ikut menjelajah dunia game, perasaan yang saya alami jika ikut bermain nintendo, sega, play station, dan sebagainya.
Oh ya tema game dan virtual reality sebenarnya juga bukan hal baru. Kalian mungkin masih ingat dengan film Korsel, Fabricated City, tentang gamer online yang dituduh pemerkosa kemudian dibantu oleh para gamer lainnya yang ternyata orang-orangnya di dunia nyata tak terduga. Ada juga animasi Summer Wars  (resensi di sini) yang berkisah identitas dunia nyata avatar bisa dicuri dan digunakan untuk menembus pertahanan militer dan menghidupkan senjata nuklir karena hampir setiap orang punya avatar di ranah virtual reality.