Dilan 1990 sudah sejak awal tahun lalu ramai diperbincangkan netizen. Ada banyak yang pro dan kontra ketika mengetahui pemeran Dilan adalah Iqbaal CJR, juga ketika melihat video trailer-nya yang kurang meyakinkan. Namun meski demikian film Dilan 1990 tetap menjadi magnet, bukan hanya bagi kaum abege tapi juga kaum dewasa yang mencicipi era 90-an.
Film yang diangkat dari novel karya Pidi Baiq ini bercerita tentang hubungan romantis antara Dilan dan Milea dengan latar Bandung tahun 1990. Dikisahkan Milea (Vanesha Prescilla), remaja cantik enam belas tahun baru pindah ke Bandung dari Jakarta. Kehadirannya di sekolah tersebut menarik banyak perhatian remaja pria, termasuk Dilan yang dikenal badung dan menjadi panglima tempur geng motor.
Milea yang awalnya cuek dan bersikap judes kepadanya, lama-kelamaan pun penasaran dan mencari tahu lebih banyak tentang Dilan dari teman sekelasnya, Wati (Yoriko Angeline) yang juga merupakan sepupu Dilan. Hati Milea mulai mendua ketika ia mulai membandingkan antara perhatian Dilan dan kekasihnya yang ada di Jakarta, Beni (Brandon Salim).Â
Sementara itu, Dilan masih aktif dengan urusan tawuran dan geng motornya, hal yang sangat dibenci oleh Milea. Apakah Milea akan memilih Dilan dan meninggalkan Beni?
Ketika kawan sekantor mengajakku nonton aku pun menyanggupi, tapi kami kemudian menonton beda bioskop. Aku memilih nonton di kawasan Cijantung hari Jumat usai jam kantor.Â
Di bioskop ini ada tiga studio yang memutar Dilan dan studio tempatku nonton penuh. Penontonnya kebanyakan abege. Namun banyak pula yang kira-kira seusiaku.
Anak-anak abege rame bersorak-sorak saat Dilan meluncurkan rayuannya, seperti memberi kado Milea berupa buku TTS yang sudan diisi. Alasannya, ia sayang pada Milea sehingga tidak ingin Milea capek berpikir.Â
Atau ketika Dilan berkata di dalam angkot bahwa Milea itu cantik tapi ia belum mencintainya, enggak tahu kalau sore, tunggu aja. Hahaha rayuan tengil tapi memang kocak sih.
Namun menurutku sutradara film, Fajar Bustomi (Winter in Tokyo, Surat Kecil untuk Tuhan, From London to Bali) dan penulis naskahnya (Pidi Baiq dan Titien Wattimena) masih kurang detail dalam penggarapan latar tahun 1990.Â