Huuuh aku merasa kesal sekaligus senang membaca berita Mahkamah Konstitusi mencabut larangan nikah satu kantor. Duh kok tidak dari dulu ya? Pasalnya, larangan tersebut benar-benar bersifat diskriminatif. Coba kalau dari dulu sudah dicabut atau tidak berlaku, maka aku dan pasanganku bisa tetap berangkat kerja dan bekerja di tempat yang sama.
Aku korban cinta lokasi. Dulu aku suka menertawakan mereka yang cinlok, eh ternyata kejadian padaku. Kualat kata orang hahaha.Gara-gara sering bertemu dengan orang itu-itu saja dan tidak sering bertemu dengan orang-orang baru, maka rasanya sudah nyaman. Eh kami berdua lupa atau malah pura-pura lupa jika aturan perusahaan kami melarang menikah satu kantor.
Sebenarnya bukan hanya perusahaan kami yang melarang. BUMN lainnya dan sebagian perusahaan swasta juga menerapkan hal serupa. Alhasil korban cinlok pun berjatuhan.
Latar belakang aturan tersebut yang kuketahui adalah menjauhi KKN, korupsi, kolusi dan nepotisme. Sebelum tahun 2003 tidak ada aturan tersebut, sehingga senior kami banyak yang menikah satu kantor dan tidak mengalami masalah. Memang sih perusahaan kami karyawannya bisa dimutasi ke seluruh cabang di Indonesia, sehingga jika diperbolehkan menikah sepasang suami istri tersebut maka bisa jadi keduanya hidup berjauhan, satu di cabang Aceh, satunya bisa ditempatkan di cabang Manokwari.
Sebenarnya larangan menikah sesama kantor sudah kudengar ketika aku bekerja di Surabaya. Waktu itu ada kawanku yang menjalin hubungan dengan kawan satu kantor. Mereka dinasihati senior agar salah satu segera mencari pekerjaan di tempat lain karena senior kami juga mengalami hal yang sama. Waktu itu perusahaan melarang  pernikahan sesama kantor agar setiap karyawan benar-benar dedikatif. Jika satu cuti karena alasan keluarga, maka satunya lagi tidak ikutan cuti. Jika keduanya mengalami masalah rumah tangga jangan sampai dibawa ke kantor.
Di tempat kerja lainnya di kawasan Sunter, larangannya lebih longgar. Karyawan boleh menikah sesama kantor asalkan berbeda unit divisi. Menurutku aturannya masih manusiawilah karena cinta siapa yang bisa memerkirakan lahirnya dimana.
Ketika aku bercerita dengan kawan-kawan dekatku, salah satu kawan yang bekerja di perusahaan multinasional tertawa. Perusahaan di tempatnya bekerja menganggap larangan menikah satu kantor itu salah satu bentuk perlakuan diskriminatif. Bahkan mereka merasa senang jika karyawannya memiliki pasangan yang  berada di perusahaan yang sama. Alasannya, jika suami istri bekerja di tempat yang sama maka mereka akan lebih loyal kepada perusahaan tersebut. Aduh aku iri deh.
Hubungan kami kemudian meningkat ke level serius. Akhirnya mau tidak mau salah satu dari kami harus keluar. Aku dan dia pun mencari pekerjaan, kembali dari nol, mengirimkan CV lagi, melakukan wawancara dan sebagainya.
Dengan pertambahan usia, persaingan lebih kompetitif. Beberapa kali aku berada di posisi yang tidak enak dimana telah melewati beberapa tahap dan kemudian yang tersisa hanya dua kandidat. Antara aku dan orang lain. Sedihnya ketika aku tidak terpilih.Â
Dalam hati aku bertanya-tanya apakah karena aku wanita dan kandidat lainnya itu pria, dimana di dunia TI masih ada anggapan pria jauh lebih tahan banting dan mudah disuruh lembur dibandingkan kaum perempuan. Untunglah akhirnya aku mendapat pekerjaan yang tidak mengharuskanku berpindah-pindah lokasi pekerjaan seperti yang biasa berlaku di bank atau di BUMN.
Rupanya korbannya bukan aku saja. Di angkatanku ada tiga pasangan. Di bawahku juga ada dua pasangan. Dua sobatku beda BUMN juga mengalaminya. Hahaha rupanya banyak yang cinlok.