Pagi-pagi seruput kuah hangat soto itu sebuah kenikmatan tersendiri. Apalagi jika sotonya gurih dan kaya nutrisi. Segudang aktivitas pun siap dilakoni.
Kami berkumpul di bandara Soekarno Hatta dini hari untuk penerbangan pagi pukul 05.30 menuju Jogjakarta. Sebagian peserta Danone Blogger Academy memutuskan tidak tidur malam harinya karena takut kebablasan, termasuk aku.
Sampai di bandara pukul 03:30 rupanya peserta sudah ramai. Agar tidak masuk angin, pihak Danone pun menyediakan nasi plus ayam goreng. Oleh karena sudah sempat sarapan roti dan minuman hangat di rumah maka aku enggan sarapan lagi dengan alasan masih kenyang. Inginnya sih segera masuk pesawat kemudian tidur sejenak.
Di meja sudah tersaji tahu bacem, perkedel kentang, dan sate telur puyuh. Wah ini nih yang bikin pengin untuk segera mencobanya. Tapi sebelumnya kami memesan minuman dulu sembari menunggu soto  daging dipersiapkan.
Kopi tubruk panas pun kuterima dengan riang. Rasanya belum benar-benar hidup dan melek jika belum seruput kopi hitam panas. Setelah sempat tidur di dalam pesawat, mata memang masih kriyep-kriyep, belum terbuka sepenuhnya. Slurp  slurp kopi hitam, badan pun mulai segar. Rasa enek dan sedikit mual pun tersingkir. Mata mulai terbuka.Â
Akhirnya mangkok demi mangkok soto dihidangkan. Ini nih yang ditunggu-tunggu. Wah dengan hanya mencium aroma dan melihat penampilannya saja sudah bikin ingin segera menciduknya.
Soto daging ini termasuk menu yang jarang kusantap. Karena lahir dan besar di Jawa Timur, maka sotonya rata-rata menggunakan daging ayam. Memang kadang-kadang juga beli soto daging atau yang juga disebut soto dok dari bunyi pisau saat mengiris daging sapi, tapi penampilannya beda dengan soto daging Pak Marto.
Jika biasanya soto daging itu warnanya agak keruh dan lebih gelap juga kental, soto daging Pak Marto berbeda. Sotonya bening dan nampak encer seolah-olah tak berkaldu. Padahal soto ini juga menggunakan kaldu daging sapi, namun dengan pengolahan khusus maka warnanya jadi bening dan rasanya jadi ringan.