Di tangan mereka yang kreatif, sampah bisa diolah apa saja, termasuk produk-produk yang bernilai ekonomis. Hasil olahan sampah yang dilakukan oleh Rukun Santoso, komunitas pengelola sampah di Karanglo Polanharjo Klaten patut dipuji dari segi kreativitas dan kualitasnya. Selain tas beragam ukuran dan bros, mereka juga menghasilkan wayang. Penampilan wayang dari sampah tersebut tak kalah indahnya dengan wayang dari kulit hewan.
Hari kedua Danone Blogger Academy (17-19 November 2017), peserta diajak mengunjungi tempat pengolahan sampah yang merupakan mitra binaan dari Aqua. Lokasinya tak jauh dari pabrik Aqua di Klaten, tak sampai 30 menit bus yang membawa peserta sudah tiba di lokasi. Kami disambut hangat oleh para ibu-ibu anggota komunitas tersebut dengan lagu-lagu yang bersemangat. Nama komunitas pengelola sampah tersebut adalah Rukun Santoso yang didirikan 16 Maret 2013.
Ada banyak sisi menarik dari komunitas pengelola sampah ini. Kelompok ini lahir dengan tujuan utama menciptakan lingkungan bersih, dari lingkungan tempat tinggal hingga sungai yang menjadi tumpuan mereka untuk mengairi sawah. Setelah aksi bersih-bersih tersebut kemudian lahirlah bank sampah. Tak cukup dengan proses pemilahan sampah, sampah pun berupaya direduksi dengan menjadikannya sebagai kompos dan produk yang bernilai ekonomis.
Di bagian belakang ada tempat untuk memilah-milah sampah. Sampah plastik dicuci bersih dan dijemur sebelum diolah menjadi berbagai produk kerajinan. Di bagian depan, para anggota membuat beragam produk seperti tas, bunga, dan bros. Wah proses membuat kerajinan nampaknya mudah tapi ketika ikut belajar ternyata perlu ketelitian dan kesabaran hehehe. Produk seperti tas tersebut pun dijual ke berbagai kota sekitar seperti Sukoharjo, Boyolali dan Semarang. Mereka juga mengikuti pameran dan menerima pesanan.Â
Di ruangan lainnya masih di kompleks pengolahan sampah Rukun Santoso tersebut terdapat seperangkat gamelan, kelir, dan juga berbagai tokoh wayang. Rupanya setiap Sabtu malam ada latihan pagelaran wayang yang melibatkan anak-anak SD dan SMP di sekitar. Pelatihan tersebut diadakan secara gratis dan peminatnya cukup banyak. Para orang tua juga biasanya ikut menonton anak-anaknya berlatih dan melakukan pertunjukan.
Menariknya, wayang untuk pertunjukan tersebut juga berasal dari limbah, yaitu kardus yang sudah tidak terpakai. Bagian luar dari kardus diambil hingga berlapis-lapis. Kemudian kulit kardus tersebut diolah dengan urutan proses seperti pembuatan wayang pada umumnya, yaitu proses tatah sungging. Sebagai orang awam, menurutku wujud dari wayang berbahan kardus tersebut tak kalah menariknya dengan wayang kulit.
Menurut Agus Hartono, pendamping dari komunitas ini, ia mengusulkan pembuatan wayang dari kardus ini setelah melihat ada seniman dari Yogyakarta yang berhasil melakukannya. Tertarik dengan hasilnya yang tak kalah menawan, iapun mengusulkan pembuatan wayang dari kardus ke Pak Sriyono dan ternyata disetujui dan berhasil.
Wah ternyata sampah juga bisa diolah jadi apa saja berkat ide kreatif dan tangan-tangan yang terampil. Tapi jangan terus menambah sampah ya:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H