Apakah seekor kucing yang majikannya pemeluk agama tertentu otomatis juga memeluk agama tersebut? Inilah yang membuat seorang Rabbi di Aljazair kebingungan ketika kucingnya tiba-tiba bisa bicara dan menanyakan hal tersebut. Ia semakin kelimpungan ketika kucingnya ngotot untuk diajari tentang spiritualisme.
Setelah April and The Extraordinary World, saya tersenyum lebar mendapatkan lagi sebuah animasi berjudul The Rabbi's Cat (Le Chat du Rabbin) yang keduanya sama-sama bercerita tentang kucing yang bisa berbicara. Sama-sama cerewet dan cerdas.
Sebelum membaca ulasan di bawah, mungkin perlu saya ingatkan bahwa paragraf berikutnya bisa jadi mengandung spoiller.
Alkisah pada tahun 1920-an di Aljazair hiduplah seorang Rabbi sederhana bersama putrinya, Zlabya, yang telah beranjak dewasa dan kucingnya yang berusia tujuh tahun. Eh ada lagi penghuni rumah tersebut, yaitu seekor burung nuri yang suka berbicara 'aku sayang Zlabya', sehingga membuat si kucing begitu cemburu.
Hingga suatu ketika ia merasa kesal dan menyantap si burung. Eh kemampuan berbicara si burung terserap padanya. Ia pun bisa berbicara seperti manusia.
Merasa kesal dengan kepala Rabbi, si kucing lantas berpura-pura ia utusan Tuhan yang menyamar menjadi seekor kucing untuk menguji imannya, eh si kepala Rabbi langsung tunduk dan bersujud. Rabbi merasa malu dan kesal pada ulah kucingnya, lalu memutuskan untuk mengajarinya isi Taurat.
Bukannya menyimak dengan baik, si kucing terus berdebat. Tentang kisah Adam dan Hawa, konsep penciptaan, dan sebagainya, sehingga si Rabbi mengeluh jika ia lebih suka kucingnya hanya mengeong.
Hingga suatu ketika ada surat yang mewajibkan ia mengikuti ujian berceramah berbahasa Prancis. Jika tidak lulus, gelar Rabbi-nya bisa dicopot. Ia pun berdamai dengan kucingnya dan belajar bersama.
Ia sangat cemas dirinya tidak lulus. Pada waktu bersamaan sepupunya yang hidup liar, Malka, datang bersama harimaunya. Ia pun memutuskan ziarah dan meminta sepupunya tinggal menjaga putrinya.
Di tempat ziarah ia bertemu sepupunya yang seorang muslim dan sufi bernama Mohammed Sfar. Meskipun berbeda agama, mereka sangat akur dan saling menghormati. Selama perjalanan berziarah, keduanya tetap menjalankan ibadah dengan cara masing-masing. Lalu si Rabbi mengungkapkan kegundahannya dan dihibur oleh si sufi.