Bukannya meneruskan jalan tol berkilo-kilo meter, Anya menyudahinya. Pembangunan jalan, transportasi, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, dan apartemen ia rasa sudah cukup. Sistem pendidikan juga sudah cukup mapan dan Indonesia telah masuk ke jajaran 20 besar sistem pendidikan terbaik, sehingga ia rasa para akademisi dan pengamat pendidikan bisa menjaga kualitas pendidikan dengan sendirinya. Laju pertumbuhan penduduk juga telah dikontrol sehingga tidak membludak seperti 10 tahun silam.
Seharusnya Anya tidak terlalu memaksakan diri dan meneruskan programnya.
Empat tahun berikutnya ia memutuskan akan berfokus pada pembangunan pertanian dan kelautan. Seluruh daerah gundul akan dihijaukan. Setiap individu diwajibkannya bertanam dengan media apapun. Sedangkan untuk kelautan ia memberikan sanksi bagi nelayan dan penangkap ikan lainnya yang melewati batas jumlah penangkapan tiap harinya. Tidak boleh ada warganya yang menyantap bayi ataupun telur ikan.
Seharusnya Anya tak mengemukakan ide gilanya dan meneruskan saja programnya terdahulu.
Para warga yang dulu menyanjungnya kini menghujaninya dengan caci maki. Para wakil rakyat gemas ingin mencopotnya. Sebagian menterinya juga kasak kusuk berkonspirasi untuk menggagalkan usahanya. Hanya menteri pertanian, kelautan, dan lingkungan hidup yang makin loyal dan mendukungnya. Nasib Anya sebagai presiden bak di ujung tanduk. Anya siap menerima konsekuensinya, ia tak akan mundur dengan gagasannya.
Tiga bulan kemudian Jakarta mulai berubah fisik. Taman-taman makin bertumbuhan dan hutan kota seolah makin rindang. Setahun kemudian ada berbagai daerah berwarna hijau yang muncul di berbagai tempat di belasan ribu pulau di Indonesia. Pemandangan sebagai negara yang mulai tumbuh sebagai negara modern mulai tertepis dengan kehadiran pepohonan yang makin mudah dijumpai di sudut-sudut kota.
Anya memandang pepohonan dari balik kaca jendelanya. Hijau itu indah, ia tersenyum puas.
Para menteri semakin ribut dan tidak menyukai gagasannya. Namun sebagian rakyat yang membenci idenya lambat laun kembali mendukungnya. Surabaya tidak lagi begitu panas, demikian juga Kupang dan daerah di Nusa Tenggara Timur. Malang dan Bandung kembali menjadi sejuk. Perwakilan masyarakat adat pun kemudian mengunjungi istana dan memuji tindakannya.
Mereka yang mengaku wakil rakyat sebagian membenci program kembali ke alam. Mereka menyalahkan Anya dan menganggapnya sebagai pemimpin yang bodoh. Anya hanya diam dan siap menerima konsekuensinya.
Tapi rakyat tidak tertipu dengan muslihat sebagian wakil rakyat. Setahun program kembali ke alam dijalankan mereka mendapatkan Indonesia kembali menjadi hijau dan indah. Udara segar kembali hadir. Tak apa-apalah ada kewajiban bertanam bagi setiap orang. Tak mengapa tak boleh menyantap telur ikan. Mereka menyukai alam yang kembali hijau menyejukkan mata.
Selama lima tahun pemerintahan Anya Indonesia tak nampak sebagai kota yang futuristik. Indonesia kembali bak permadani hijau, bak mengulang sejarah ratusan tahun silam. Tak ada lagi kekuatiran kekurangan pangan, bencana banjir juga nol, dan udara juga semakin segar.