Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 (dalam Harmanto, 2020), sampah merupakan sisa dari aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dikatakan tidak dapat dipisahkan karena sampah adalah dampak dari seluruh aktivitas yang dilakukan manusia. Oleh karena itu, akan timbul masalah lingkungan apabila manusia tidak memiliki rasa tanggung jawab untuk peduli dengan lingkungan. Permasalahan sampah merupakan permasalahan utama yang dialami negara berkembang, Indonesia. Hal ini karena Indonesia mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat sehingga berdampak pada banyaknya sampah yang dihasilkan dari aktivitas sehari-harinya. Selain itu, pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi berdampak pada keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Timbulan sampah yang semakin hari semakin menumpuk menjadi masalah lingkungan yang cukup besar apabila tidak dikelola dengan benar. Sumber sampah yang beragam seperti sampah rumah tangga, sampah pertanian, sampah sisa bangunan, sampah perdagangan, dan sampah industri ini apabila manusia sebagai pelaku munculnya sampah tidak dapat mengelola dengan baik akan terjadi masalah lingkungan bahkan masalah sosial.
Masalah sampah menjadi fenomena sosial yang sangat menonjol dan perlu mendapat perhatian dari semua pihak (Hartati, 2019). Pola pikir, pola sikap, dan pola tindakan masyarakat yang masih terbatas terhadap sampah menjadi salah satu faktor penghambat pengelolaan sampah. Masih banyak masyarakat yang memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan masyarakat yang masih membuang sampah di kawasan terbuka seperti sungai. Pola pikir masyarakat yang menganggap seseorang berpendidikan tinggi akan menjadi salah satu solusi untuk masalah sampah. Namun, mirisnya justru masyarakat yang berpendidikan tinggi inilah yang seperti memberikan contoh kepada masyarakat lain untuk membuang sampah di sungai. Â Pernyataan tersebut sependapat dengan Wibisono (2014), membuang sampah di sungai tidak hanya dilakukan oleh masyarakat miskin saja, namun masyarakat yang berpendidikan tinggipun juga melakukan pembuangan sampah yang salah yaitu membuang sampah ke sungai. Oleh karena itu, masalah sampah harus diperhatikan oleh semua pihak karena masalah sampah menjadi masalah yang sulit dipecahkan. Keadaan seperti ini tidak dapat diacuhkan karena telah diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 (dalam Wibisono, 2014) yang menyebutkan bahwa masalah sampah menjadi masalah nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara terpadu agar bermanfaat secara ekonomi, menciptakan lingkungan sehat dan aman, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Sungai di Desa Tertek Kabupaten Kediri menjadi kawasan sungai yang lingkungannya kurang terjaga. Sejatinya, lingkungan yang bersih adalah lingkungan bebas sampah karena kualitas hidup manusia diukur dari kebersihan lingkungan.
Sungai Serinjing yang terletak di Desa Tertek Kecamatan Pare Kabupaten Kediri ini menjadi salah satu masalah lingkungan yang disebabkan oleh kebiasaan masyarakat membuang sampah di kawasan terbuka. Dilansir dari radarkediri.jawapos.com, sungai serinjing menjadi salah satu sungai terbesar dan terpanjang di Kabupaten Kediri. Sungai ini mengaliri beberapa kecamatan di Kabupaten Kediri yaitu Kecamatan Kepung, Kecamatan Pare dan sebagainya (Nugroho, 2019). Sungai serinjing yang dulu dijadikan sumber kehidupan karena airnya yang jernih kini menjadi sumber permasalahan karena penuh tumpukan sampah. Hal ini berdampak pada aktivitas masyarakat yang dilakukan di sungai seperti mencuci pakaian, mandi, bahkan menjadi area bermain anak-anak kini aktivitas tersebut hanya menjadi sebuah kenangan. Â
Kondisi lingkungan yang semakin buruk akibat sampah ini diperparah dengan pola hidup masyarakat Tertek yang tidak mematuhi aturan yang sudah diterapkan di Desa Tertek. Hal ini karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai lingkungan bersih dan sehat. Cara instan menjadi solusi yang digunakan masyarakat untuk menyingkirkan sampah, namun membuang sampah ke tempat saluran air bukanlah cara yang tepat. Memang sampah akan tersingkirkan dari kawasan masyarakat namun sampah akan menumpuk dan mengganggu aliran air di sungai. Semakin banyak penumpukan sampah akan berdampak pada berbagai hal terkait pola hidup sehat masyarakat (Hartati, 2019).
Menurut Wibisono (2014), faktor penyebab utama masyarakat membuang sampah sembarangan adalah pola pikir masyarakat bahwa membuang sampah sembarangan bukan aktivitas yang salah dan berdosa. Sama halnya dengan masyarakat Tertek yang memiliki sistem kepercayaan sehingga mereka merasa membuang sampah di Sungai tidak termasuk dalam perbuatan salah. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya sanksi yang berlaku sehingga banyak yang melanggar. Bahkan, di kawasan sekitar sungai Serinjing telah diberikan himbauan untuk tidak membuang sampah namun tetap saja masyarakat membuang di sungai. Karakter buruk yang dimiliki masyarakat Tertek mengenai sampah tidak mengenal status sosial maupun tingkat pendidikan. Sehingga upaya yang seharusnya dilakukan adalah membangkitkan kesadaran masyarakat Tertek mengenai lingkungan bersih dan sehat yaitu lingkungan bebas sampah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan sosialiasi bahaya membuang sampah di Sungai dan menyediakan bank sampah.
Secara umum, sungai memiliki fungsi bagi kehidupan masyarakat yaitu sebagai penampung air hujan, sumber pembangkit listrik, pusat ekosistem, dan mencegah banjir. Lalu, apakah sungai serinjing memiliki fungsi seperti itu? Tidak. Sungai serinjing digunakan sebagai mitigasi penampungan bencana akibat aliran air dari Gunung Kelud Kediri. Faktanya, fungsi sungai serinjing tidak berjalan dengan baik akibat perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai sehingga terjadi penumpukan sampah. Hal ini akan menyebabkan sungai serinjing meluap sehingga terjadi bencana banjir terutama saat musim hujan di Desa Tertek Kecamatan Pare Kabupaten Kediri ini. Selain itu, aliran air hujan dari Kecamatan Kepung dan Kecamatan Puncu mengakibatkan debit air sungai serinjing meningkat. Dilansir dari beritamadani.co.id bahwa meningkatnya air sungai serinjing karena banyaknya sampah dan kayu yang terseret arus sehingga menumpuk di tanggul sungai. Peralihan fungsi sungai serinjing menjadi tempat pembuangan sampah secara langsung berdampak negatif bagi kehidupan yaitu menyebabkan munculnya penyakit yang menular seperti penyakit kulit dan gangguan pernafasan. Polusi yang disebabkan timbunan sampah sangat mengganggu kesehatan. Hal ini disebabkan oleh lalat yang menjadi faktor utama pembawa kotoran. Sedangkan dampak tidak langsung adalah bencana banjir.
REFERENSIÂ
Harmanto, H. S. (2020). KAJIAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI SDIT AR-RAIHAN BANTUL (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
HARTATI, S. (2019). IMPLEMENTASI PASAL 6 POIN A DAN C UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DITINJAU DALAM HUKUM EKONOMI SYARIAH (STUDI DI BANK SAMPAH PADU MANDIRI KELURAHAN PASAR II KECAMATAN PRABUMULIH UTARA KOTA PRABUMULIH) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH).
Wibisono, A. F. (2014). Sosialisasi bahaya membuang sampah sembarangan dan menentukan lokasi tpa di Dusun Deles Desa Jagonayan Kecamatan Ngablak. Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship, 3(01), 21-27.
Madani. (13 Desember 2020). Banjir Kiriman Menyebabkan Sungai Serinjing Meluap, Warga di Jalan Letjen Sutoyo Pare Kebanjiran. Diakses dari https://beritamadani.co.id/2020/12/banjir-kiriman-menyebabkan-sungai-serinjing-meluap-warga-di-jalan-letjen-sutoyo-pare-kandangan-kebanjiran/ pada: 6 Juni 2021 pukul 1.38 PM WIB