Hari ini temanku mukanya kusut kali. Â Saat saya menanyakan apa dia ada masalah, ternyata dia sedang pusing dan bingung.
"Malu, makku mau beranak lagi. Aku kan sudah besar. Â Kakakku pun sudah mau menikah"
Temanku ini perempuan berusia 21 tahun. Dia adalah anak bungsu. Sudah setahun ini merantau ke Batam dan bekerja di sebuah pusat perbelanjaan. Selama setahun merantau belum pernah pulang kampung. Dia tahu ibunya hamil pas video call, tapi tidak membahasnya sama sekali. Hingga teman lamanya menelepon dan bilang, "kamu mau punya adik baru". Dan itu mengganggunya. Dia membayangkan bagaimana nanti kalau dia pulang kampung, bagaimana respon teman-temannya. Ah, malunya.
Jaman dulu adalah sangat biasa punya anak dan cucu yang seusia, bahkan cucu lebih tua dari anak. Â Tapi sekarang ini berbeda. Anak yang sudah remaja atau dewasa malu punya adik bayi. Trus bagaimana dengan orangtua?
Mereka malu juga. Apalagi hamil di usia tua. Hamil di usia tua setelah anak bungsu besar biasanya bukanlah kehamilan yang direncanakan.
Istri pamanku juga demikian. Hamil setelah anak bungsu sudah kelas 6 SD. Setelah perut mulai kelihatan membuncit, dia menghindari orang-orang. Pergi ke sawah masih pagi dan pulang dari sawah setelah gelap.Â
Di sawah dibuatkan gubuk kecil tempat istirahat. Tidak mau menghadiri acara di kampung. Ke gereja sengaja terlambat dan pulang paling awal. Semua dilakukan demi menghindari perjumpaan dengan orang lain hanya karena malu.
Pamanku berusaha keras meyakinkan, bahwa tidak ada yang salah dengan kehamilan itu. Bukan aib atau dosa yang harus ditutupi.
Sebenarnya baik anak maupun orang tua tidak perlu malu. Mungkin bukan kehamilan yang direncanakan tapi akan menjadi berkat tersendiri. Saat kakak-kakaknya sudah merantau, orangtua tetap punya teman di rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H