Mohon tunggu...
Dewi Sundari
Dewi Sundari Mohon Tunggu... Guru - Kepala sekolah

Saya adalah pribadi yang unik yang menyukai sesuatu yang kadang berbeda dengan orang lain, saya sangat tertarik dengan sesuatu hal yang menurut saya baru .Banyak hal yang terjadi dalam hidup saya dan ingin saya tuangkan dalam sebuah tulisan . saya sangat suka berdiskusi tentang paradigma baru dan sesuatu yang sedang menjadi trend topik baik itu politik, ekonomi, pendidikan . Saya juga menyukai cerita fiksi dan ingin juga menulis tentang cerita fiksi .

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

'Polisi tidur' Antara Keamanan dan Kenyamanan

7 September 2024   00:32 Diperbarui: 7 September 2024   00:43 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" brak"   tiba - tiba tas tenteng plastik yang saya kaitkan di motor matic saya terjatuh isinya adalah nasi box jadi otomatis tumpah alhamdulillah masih  didalam plastik. secepatnya saya mengambil barang saya yang jatuh ditengah jalan kawatir mengganggu pengemudi lain. "polisi tidur nya terlalu tinggi" gumam saya seorang diri sambil melanjutkan perjalanan lagi dan sekilas melihat memang jarang pengendara yang lewat ditengah jalan seperti jalur yang saya ambil. Saya perhatikan dibagian pinggir tampak terbentuk pola seperti sudah terbiasa pengendara motor melewati samping  jalan sehingga sampai terbentuk seperi jalan setapak. Saya melewati sebuah  pengendali kecepatan yang dibuat melintang ditengah jalan terbuat dari cor beton karena motor saya   pendek jadi bagian bawah membentur  bagian pengendali itu dan berbunyi "brak" bersamaan dengan itu bawaan saya terjatuh  karena memang saya mengaitkan tidak terlalu kuat. 

Istilah polisi tidur bukanlah hal yang baru, istilah ini sudah begitu populer bagi masyarakat Indonesia hampir disetiap ruas jalan alternatif, jalan kampung dan perumahan  bisa dipastikan banyak ditemui polisi tidur dengan berbagai  ukuran . Istilah polisi tidur sebenarnya tidak ditemui didalam peraturan Pemerintah tetapi ada yang menyerupai yaitu  berupa alat pengendali pengguna jalan  digunakan untuk mengendalikan atau pembatasan terhadap kecepatan dan ukuran kendaraan pada ruas-ruas tertentu. Belum diketahui pasti siapa sebenarnya pencetus istilah polisi tidur ini, sepertinya polisi merupakan figur yang digunakan untuk ketertiban berlalu lintas. jadi istilah ini lebih mudah diingat sebagi bentuk peraturan tidak tertulis tetapi langsung pada punishment artinya apabila dilanggar sipelanggar akan langsung merasakan dampaknya dengan ketidanyamanan polisi tidur ini.  

 

Polisi tidur atau  pembatas kecepatan sebenarnya memiliki regulasi yag jelas tentang peraturan ketinggian yang harus dibuat serta bahan yang digunakan, namun dalam praktiknya sering kali lebih ekstrim  mungkin karena masyarakat kita sudah sangat putus asa dengan peraturan tertulis yang tidak pernah diindahkan, rendahnya disiplin postif yang tumbuh dalam diri kita sering kali peraturan dibuat untuk dilanggar sehingga untuk membuat efek jera dibuatlah suatu tindakan yang langsung berefek  terhadap akibat yang dirasakan oleh sipelanggar.  Kalau  dari pengalaman saya bukan karena saya ngebut kecepatan saya hanya20  km/jam tetapi karena tidak terbiasa melewati jalan itu hingga tidak mengenali karakter polisi tidur yang melintang terlalu tinggi untuk spesifikasi motor saya. 

Pemerintah tentu telah  memiliki regulasi tentang Polisi tidur ini, sebagai masyarakat awam saya kurang paham dengan peraturan yang menjadi dasar hukum dibuatnya polisi tidur  ini , yang saya pahami hanya beberapa kemungkinan karena area tersebut banyak anak-anak, sering terjadi kecelakaan  dan semuanya demi keamanan lingkungan. Keamanan hendaknya seiring sejalan dengan kenyamanan baik dirasakan lingkungan ataupun pengendara yang melintas.  Jarang saya temui peraturan tertulis misalnya "kurangi kecepatan" atau " kecepatan maksimal 20 km/ jam "  dan sebagainya tetapi hampir  sekitar 100 meter perjalanan satu polisi tidur.  Jika ada peraturan tertulis bahasa yang digunakan sering kali membuat  saya prihatin karena bahasa yang digunakan adalah bahasa intimidasi  seperti" Ngebut bandem" dan peringatan lain yang nadanya ancaman keras padahal bisa jadi dibaca oleh semua usia. 

Sebagai pengguna jalan sebaiknya kita juga bijak dan lebih berhati-hati menghormati lingkungan yang kita lalui sebagai bentuk toleransi  . Perlu adanya kesadaran untuk disiplin positif dalam diri kita  lebih menghargai orang lain supaya kita juga dihargai.  Masyarakat hendaknya juga menghormati pengguna jalan dengan memasang rambu yang tepat sehingga keamanan yang diinginkan tecapai namun juga tidak mengurangi kenyamanan pengguna jalan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun