Pengaruh Hadits Maudhu'i sebagai Representasi Hoaks Pada Masa Setelah Nabi Muhammad SAW Wafat.
Globalisasi telah menciptakan media sosial dan media daring sebagai penyedia berbagai informasi baru, hal ini memunculkan pertanyaan pada benak saya mengenai keabsahan suatu berita yang disebarkan, karena diera serba digital saat ini berbagai informasi bisa diakses dari mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Dampaknya yakni memunculkan istilah baru mengenai berita palsu yang menyediakan informasi tidak benar atau tidak sesuai fakta yang di kenal dengan istilah "Hoaks" hal ini dapat mudah sekali menyebar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Termasuk saya yang akhir akhir ini sempat membaca berita tentang produk yang diboikot oleh MUI, saya pada saat itu percaya bahwa hal itu adalah berita yang benar hingga saya berusaha untuk menghindari penggunaan produk-produk tersebut namun ternyata kemarin saya membaca lagi ternyata hal tersebut tidak benar, katanya MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa mengenai hal tersebut, dari situ saya menjadi bingung dan ragu mengenai kebenaran suatu berita.
Menurut data yang saya temukan pada laman web KOMINFO terdapat sekitar 800.000 situs hoaks di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu, jumlah tersebut menurut saya bukanlah jumlah yang sedikit, hal ini jelas dapat merugikan seseorang atau individu, instansi atau golongan, maupun perkembangan suatu agama, termasuk Islam. Apalagi dari yang saya ketahui setelah Rasulullah wafat tepatnya pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga golongan yang saling berseteru, dan memunculkan hadits maudhu'i yang menjadi tantangan umat Islam. Menurut saya Hadits maudhu'i merupakan bentuk hoaks pada masa itu, sehingga dalam esai ini saya akan membahas tentang Pengaruh Hadits Maudhu'i sebagai Representasi Hoaks Pada Masa Setelah Nabi Muhammad SAW Wafat.
Sebagai bentuk hoaks pada masa itu, menurut saya antara hoaks dan hadits maudhu'i memiliki berbagai persamaan seperti yang pertama yakni keduanya merupakan bentuk pemalsuan informasi. Hadits maudhu'i adalah sesuatu yang dibuat-buat untuk mempengaruhi pandangan terhadap islam. Demikian pula dengan hoaks yang disebarkan secara sengaja dengan tujuan untuk memanipulasi pandangan masyarakat. Lalu persamaan yang kedua yakni keduanya dibuat dan disebarkan dengan niat untuk menyesatkan dan menjatuhkan seseorang atau kelompok serta dibuat hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi, kemudian persamaan yang ketiga yakni keberadaan keduanya jelas memunculkan dampak yang buruk.
Menurut saya berbagai dampak dari adanya hadits maudhu'i jelas tidak bisa disepelekan terhadap perkembangan Islam, apalagi setelah Nabi Muhammad SAW wafat hadits merupakan sumber hukum dan petunjuk dalam kehidupan sehari hari umat Islam. Hadits palsu jelas dapat membuat kebingungan untuk umat islam, selain itu jelas hadits palsu juga dapat merusak otoritas dan integritas ajaran Islam. Lalu dampak selanjutnya yakni mempengaruhi bagaimana cara umat Islam beribadah, jika mengikutk hadits maudhu'i maka praktik ibadahnya bisa melenceng dari ajaran yang benar.Â
Hadits palsu juga dapat digunakan untuk menyebarkan pemahaman yang ekstrem dan radikal dalam Islam. Karena dari yang saya ketahui terdapat hadits palsu yang mengajarkan kekerasan, diskriminasi, atau intoleransi terhadap kelompok lain dapat mempengaruhi umat Islam untuk mengadopsi sikap yang tidak toleran terhadap perbedaan. Hal ini bertentangan dengan dasar ajaran agama Islam yang mengedepankan toleransi, perdamaian, dan sikap saling menghormati. Hal ini juga dapat merusak citra islam dimata internasional akibatnya banyak umat Islam yang kehilangan kepercayaan pada agama Islam, dan banyak orang awan yang menilai rendah tentang Islam.
Hadits palsu juga mempengaruhi kehidupan sosial dan politik umat Islam. Dalam situasi politik yang tidak stabil, hadits palsu dapat digunakan untuk menggiring opini publik dan mendukung kepentingan politik tertentu. Hal ini dapat memicu konflik dan ketegangan dalam masyarakat, serta merusak hubungan antar umat beragama. Hadits palsu juga dapat digunakan sebagai alat politik untuk mencapai kekuasaan dengan menyebarkan propaganda yang tidak benar demi mendapatkan dukungan dari umat islam dan jelas hal ini bisa memperlemah integrasi antar sesama umat Islam.
Dalam mengatasi hal ini menurut saya diperlukan peningkatan pemahaman dan pengetahuan bagi semua umat islam terhadap agama Islam dengan mencari referensi yang shahih dan autentik, sehingga penting bagi kalangan akademisi, peneliti, dan kelembagaan keagamaan untuk terlibat dalam penyaringan dan verifikasi informasi sebelum proses penyebarluasan. Selain itu bagi kalangan biasa penting untuk selalu bersikap kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh berbagai informasi yang belum terverifikasi kebenarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H