Pemikiran Gadamer Untuk  Memahami Mekanisme dan Alur Pemeriksaan Perpajakan
What ? Â
Apakah Pemikiran Gadamer itu ?
Dalam Truth and Method, Gadamer mengkritik pendekatan-pendekatan modern terhadap humaniora yang terlalu menekankan metode ilmiah. Ia berargumen bahwa pemahaman manusia terhadap teks, karya seni, atau bahkan masa lalu tidaklah semata-mata proses objektif yang mengikuti metode tertentu. Sebaliknya, pemahaman adalah sebuah dialog antara teks dan pembaca, yang dipengaruhi oleh prasangka (prejudice) dan horizon pemahaman pembaca. Gadamer memperkenalkan konsep "horizon fusi" untuk menjelaskan bagaimana pemahaman terjadi. Ketika kita membaca sebuah teks, horizon pemahaman kita (pengalaman, latar belakang, nilai) bertemu dengan horizon teks. Dalam prosesnya, kedua horizon ini saling mempengaruhi dan membentuk pemahaman yang baru. Gadamer tidak melihat prasangka sebagai sesuatu yang negatif. Sebaliknya, ia berargumen bahwa prasangka adalah bagian tak terpisahkan dari pemahaman manusia. Prasangka adalah lensa yang kita gunakan untuk melihat dunia, dan tanpa prasangka, kita tidak akan bisa memahami apa pun. Bahasa bagi Gadamer bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga media di mana pemahaman terjadi. Melalui bahasa, kita tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk realitas. Gadamer menolak gagasan kebenaran yang bersifat objektif dan absolut. Baginya, kebenaran adalah sesuatu yang muncul dalam dialog dan interpretasi. Kebenaran adalah hasil dari pertemuan antara teks dan pembaca, yang selalu bersifat kontekstual dan historis. Gadamer sangat kritis terhadap metode ilmiah yang berusaha mencapai objektivitas sempurna. Ia berargumen bahwa dalam humaniora, objektivitas semacam itu tidak mungkin dicapai. Sebaliknya, pemahaman dalam humaniora selalu bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh konteks historis dan budaya. Truth and Method oleh Hans-Georg Gadamer adalah karya monumental yang telah mengubah cara kita memahami proses pemahaman. Pemikiran Gadamer menawarkan alternatif terhadap pendekatan-pendekatan yang terlalu menekankan pada objektivitas dan metode. Ia mengajak kita untuk melihat pemahaman sebagai sebuah proses yang kaya, kompleks, dan selalu melibatkan dimensi historis dan budaya.Â
Apakah Mekanisme dan Alur Pemeriksaan Perpajakan itu ?
Pemeriksaan perpajakan adalah suatu proses di mana pihak berwenang (dalam hal ini biasanya Direktorat Jenderal Pajak) melakukan pengujian terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa wajib pajak telah menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Â Alasan dilakukannya pemeriksaan pajak yaitu untuk Mencegah dan menindak praktik penghindaran pajak, menegakkan keadilan dalam penerapan pajak, meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Hak dan kewajiban wajib pajak selama pemeriksaan pajak yaitu :
- Hak Wajib Pajak : mendapatkan perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif., mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan ruang lingkup pemeriksaan dan dapat mengajukan keberatan atas hasil pemeriksaan
- Kewajiban Wajib pajak : memberikan data dan keterangan yang benar dan lengkap, menyerahkan dokumen yang diminta oleh pihak pajak dan hadir pada saat pemeriksaan.
Alur pemeriksaan perpajakan melalui beberapa tahap, yaitu:
- Tahap Persiapan
- Pemeriksa pajak akan memilih wajib pajak yang akan diperiksa berdasarkan beberapa faktor, seperti nilai transaksi, jenis usaha, atau indikasi ketidakpatuhan. Pemeriksa pajak mengumpulkan data-data yang relevan dari wajib pajak, seperti Surat Pemberitahuan (SPT), buku besar, faktur pajak, dan dokumen pendukung lainnya.
- Tahap Pelaksaan Pemeriksaan
- Wajib pajak dipanggil untuk hadir dalam pemeriksaan dan memberikan keterangan terkait data yang telah dikumpulkan. Pemeriksa pajak akan memeriksa dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan untuk memverifikasi kebenaran dan kelengkapannya. Pemeriksa pajak akan melakukan wawancara dengan wajib pajak atau pihak yang terkait untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai transaksi atau kegiatan usaha. Pemeriksa pajak akan melakukan pengujian terhadap perhitungan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak untuk memastikan kebenarannya.
- Tahap Penyelesaian
- Pemeriksa pajak akan menyusun laporan hasil pemeriksaan yang berisi temuan-temuan dan perhitungan pajak yang benar. Laporan hasil pemeriksaan akan disampaikan kepada wajib pajak. Wajib pajak diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan atas hasil pemeriksaan. Jika tidak ada sanggahan atau sanggahan ditolak, maka pemeriksa pajak akan menerbitkan SKP yang berisi jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
Why ?
Mengapa Pemikiran Gadamer dapat Mempengaruhi dalam Memahami Mekanisme dan Alur Pemeriksaan Perpajakan ?
Pemikiran Hans-Georg Gadamer, khususnya konsep "horizon fusi" dan peran prasangka dalam pemahaman, menawarkan perspektif yang menarik untuk memahami dinamika dalam pemeriksaan perpajakan. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pemikiran Gadamer relevan :
- Pemahaman yang Subjektif dan Kontekstual
- Horizon Fusi : Dalam pemeriksaan pajak, baik pemeriksa maupun wajib pajak membawa "horizon" pemahaman yang berbeda. Horizon ini mencakup pengetahuan tentang peraturan perpajakan, pengalaman pribadi, dan asumsi-asumsi yang tertanam. Interaksi antara kedua horizon ini membentuk pemahaman yang unik dan spesifik terhadap setiap kasus pemeriksaan.
- Prasangka : Prasangka pemeriksa, seperti pengalaman sebelumnya dengan wajib pajak tertentu atau jenis usaha tertentu, dapat memengaruhi penilaian mereka terhadap dokumen dan keterangan yang diberikan. Demikian pula, wajib pajak mungkin memiliki prasangka terhadap pihak pajak yang dapat memengaruhi kesediaan mereka untuk memberikan informasi yang lengkap dan akurat.
- Bahasa sebagai Media Pembentukan Realitas
- Terminologi Pajak : Penggunaan istilah-istiel teknis dalam perpajakan dapat menciptakan kesenjangan pemahaman antara pemeriksa dan wajib pajak. Perbedaan interpretasi terhadap istilah-istilah ini dapat memicu perselisihan.
- Dokumentasi : Dokumen perpajakan, seperti SPT, adalah bentuk komunikasi tertulis yang mengandung makna yang dapat ditafsirkan secara berbeda oleh pihak yang berbeda.
- Kebenaran yang Kontekstual
- Interpretasi Aturan : Aturan perpajakan seringkali bersifat umum dan memerlukan interpretasi dalam konteks kasus yang spesifik. Pemeriksa dan wajib pajak dapat memiliki interpretasi yang berbeda terhadap aturan yang sama.
- Bukti : Bukti yang diajukan oleh wajib pajak mungkin tidak selalu diterima oleh pemeriksa karena perbedaan dalam penilaian mengenai relevansi dan cukupnya bukti tersebut.
How ?
Bagaimana Penerapan Pemikiran Gadamer dalam Memahami Mekanisme dan Alur Pemeriksaan Perpajakan ?
Setiap pemeriksa dan wajib pajak membawa latar belakang, pengalaman, dan pemahaman yang berbeda mengenai aturan pajak. Ketika mereka berinteraksi, terjadi "fusi horizon" di mana kedua perspektif ini bertemu dan bercampur. Baik pemeriksa maupun wajib pajak membawa prasangka-prasangka tertentu yang dapat memengaruhi cara mereka menginterpretasikan aturan pajak. Misalnya, pemeriksa mungkin memiliki kecenderungan untuk melihat wajib pajak sebagai potensi penunggak pajak, sementara wajib pajak mungkin merasa bahwa pihak pajak selalu mencari-cari kesalahan. Penggunaan istilah-istilah teknis dalam perpajakan dapat menciptakan kesenjangan pemahaman antara pemeriksa dan wajib pajak. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi selama pemeriksaan dapat membentuk persepsi dan pemahaman masing-masing pihak. Pemikiran Gadamer menekankan pentingnya mendengarkan secara aktif. Dalam konteks pemeriksaan, pemeriksa perlu mendengarkan dengan seksama penjelasan dari wajib pajak untuk memahami perspektif mereka. Kebenaran dalam pemeriksaan pajak bukanlah sesuatu yang mutlak, tetapi merupakan hasil dari dialog antara pemeriksa dan wajib pajak. Kebenaran yang disepakati bersama adalah hasil dari negosiasi dan pemahaman bersama. Bukti yang diajukan oleh wajib pajak harus dilihat dalam konteks keseluruhan dari dialog pemeriksaan. Pemeriksa perlu mempertimbangkan tidak hanya bukti yang tertulis, tetapi juga konteks di mana bukti tersebut dihasilkan. Budaya organisasi di Direktorat Jenderal Pajak dapat memengaruhi pendekatan yang diambil dalam pemeriksaan. Budaya yang menekankan pada target penerimaan pajak dapat mendorong pemeriksa untuk lebih agresif dalam mencari potensi kekurangan pajak.
Kondisi sosial ekonomi yang lebih luas juga dapat memengaruhi perilaku wajib pajak dan pemeriksa. Konsep "horizon fusi" Gadamer menyoroti pentingnya memahami bahwa pemahaman kita terhadap suatu hal dipengaruhi oleh pengalaman, latar belakang, dan konteks yang berbeda-beda. Dalam konteks pelatihan pemeriksa pajak, konsep ini dapat diterapkan sebagai berikut :
- Pelatihan harus menekankan pentingnya memahami perspektif wajib pajak. Pemeriksa perlu dilatih untuk mendengarkan dengan aktif, memahami bahasa yang digunakan oleh wajib pajak, dan mencoba melihat situasi dari sudut pandang wajib pajak.
- Pemeriksa perlu diberikan pengetahuan yang luas tentang berbagai jenis bisnis dan industri. Hal ini akan membantu mereka memahami kompleksitas transaksi bisnis dan mengurangi kesalahpahaman.
- Penggunaan studi kasus yang beragam dapat membantu pemeriksa memahami bagaimana konteks yang berbeda dapat memengaruhi interpretasi terhadap peraturan pajak.
- Simulasi pemeriksaan dapat memberikan pengalaman langsung kepada pemeriksa dalam menghadapi situasi yang kompleks dan belajar dari kesalahan.
Teknologi informasi dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam mengatasi tantangan komunikasi dalam pemeriksaan pajak, antara lain:
- Penggunaan platform seperti email, video conference, atau portal pajak dapat mempermudah komunikasi antara pemeriksa dan wajib pajak.
- Pembuatan database yang terintegrasi dapat memudahkan akses terhadap informasi yang relevan, seperti peraturan pajak, data wajib pajak, dan hasil pemeriksaan sebelumnya.
- Penggunaan alat analisis data dapat membantu pemeriksa dalam mengidentifikasi pola dan anomali dalam data pajak.
Konklusi
Pemikiran Gadamer menawarkan perspektif yang kaya untuk memahami kompleksitas interaksi manusia dalam konteks pemeriksaan perpajakan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip pemikiran Gadamer, kita dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan efektif. Sebagai contoh, ketika seorang pemeriksa sedang memeriksa laporan keuangan suatu perusahaan, ia perlu menyadari bahwa angka-angka dalam laporan tersebut bukan hanya sekumpulan data, tetapi juga merupakan hasil dari serangkaian keputusan dan interpretasi yang dibuat oleh manajemen perusahaan. Dengan memahami konsep "horizon fusi," pemeriksa dapat lebih terbuka terhadap penjelasan dari manajemen perusahaan mengenai alasan di balik angka-angka tersebut.
Meskipun pemikiran Gadamer menawarkan perspektif yang kaya, penerapannya dalam praktik pemeriksaan pajak di Indonesia menghadapi beberapa kendala, antara lain:
- Pemeriksa pajak seringkali memiliki beban kerja yang sangat tinggi, sehingga sulit bagi mereka untuk memberikan perhatian yang cukup pada setiap kasus.
- Tekanan untuk mencapai target penerimaan dapat mendorong pemeriksa untuk mengambil pendekatan yang lebih formalistik dan kurang fleksibel.
- Kurangnya sumber daya, baik dalam bentuk anggaran maupun tenaga kerja, dapat menghambat upaya untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan pajak.
- Peraturan perpajakan di Indonesia seringkali dianggap kompleks dan sulit dipahami, baik oleh pemeriksa maupun wajib pajak.
- Kultur organisasi yang kaku dan birokratis dapat menghambat penerapan pendekatan yang lebih fleksibel dan humanis.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, diperlukan upaya yang komprehensif, antara lain:
- Melakukan reformasi birokrasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih kondusif dan mendorong inovasi.
- Menyediakan pelatihan yang berkualitas dan berkelanjutan bagi pemeriksa pajak.
- Memanfaatkan teknologi informasi secara maksimal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemeriksaan pajak
- Melakukan penyederhanaan peraturan perpajakan untuk memudahkan pemahaman bagi semua pihak.
- Â Memperkuat pengawasan terhadap pelaksanaan pemeriksaan pajak untuk mencegah terjadinya penyimpangan.