Mohon tunggu...
Dewi Syafrie
Dewi Syafrie Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan yang baik akan mendatangkan kebaikan kepada penulisnya. Bismillah!

Menulis adalah sebuah kesenangan, sekaligus melatih raga dan mengolah rasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kejar Beasiswa Bidik Misi, Sanggar Randai Sinar Lembang Kotolaweh Genjot Terus Prestasi Siswanya

17 Mei 2023   11:51 Diperbarui: 17 Mei 2023   20:32 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demam Korea   masih bergeliat  di kalangan  generasi  Z saat ini, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Booming kehadiran   boy band, girl band,  dan  drama   Korea  masih  terus menanjak  sehingga mengalahkan sakralnya gerakan tarian randai yang dibawakan dengan musik tradisional Minangkabau, berupa talempong, pupuik batang padi, rebab, bansi  ataupun  saluang.

Kondisi ini boleh saja terjadi di  wilayah perkotaan  namun tidak di kota kecil , sebut saja Solok, Sumatera Barat. Semua itu karena kegigihan segelintir pegiat kesenian  menghidupkan kesenian tradisional, randai. Salah satunya di   wilayah kecamatan Lembang Jaya , tepatnya nagari Kotolaweh, tiap 2 kali seminggu, belasan anak-anak hingga remaja giat berlatih randai.

Dikutip dari Wikipedia, disebutkan randai merupakan salah satu permainan tradisional di Minangkabau yang dimainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil menyampaikan cerita dalam bentuk nyanyian secara berganti-gantian.

Randai menggabungkan seni lagu, musik, tari, drama dan silat menjadi satu, ceritanya diambil  dari kenyataan hidup yang ada di tengah masyarakat. 

Fungsi Randai sendiri adalah sebagai seni pertunjukan hiburan yang di dalamnya juga disampaikan pesan dan nasihat. Cerita-cerita yang kerap dibawakan , seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, Sabai Nan aluih, Lareng Simawang Jo Siti Jamilah Maelo Rambuik dalam Tampuang, Galombang Dunie dan cerita rakyat lainnya.

Pada awalnya randai merupakan permainan komunal yang dimainkan oleh pemuda di halaman surau pada malam hari menjelang tidur. Pemuda yang memainkan kesenian ini sebelumnya diajari oleh Pemuda Nagari (Pemuda Desa).

Saya sempat mendiskusikan tentang kesenian randai ini  dengan ayah saya yang notabene lahir dan besar di ranah Minang. Menurut beliau dimasa lalu  randai menjadi aktivitas seni yang paling diminati remaja karena memadukan gerak tari dan gerak silat sebenarnya yang berfungsi untuk memagari diri dari bahaya. Beliau pun dengan perasaan bangga mengaku sebagai anak randai di kampung halamannya di Limau Lunggo, Solok.

"Dulu pemuda-pemuda tanggung sudah bergabung  jadi anak randai. Kalau sudah jadi anak randai, pertanda dia adalah anak gaul di masanya," ungkap ayah saya yang saat ini berusia 75 tahun.

Namun sekarang ini randai dijadikan seni pertunjukan di berbagai kegiatan seperti pernikahan, pesta rakyat, pengangkatan penghulu sampai perayaan hari raya Idul fitri, pertunjukan ini bertujuan untuk menghibur masyarakat.

"Sekarang ini randai berfungsi sebagai seni pertunjukan, kami kerap memenuhi panggilan untuk tampil di berbagai acara baralek (pernikahan).  Kini sekalipun randai  ada gerakan silatnya ,  itu lebih kepada silek bungo (silat bunga)  yang gerakannya semacam aksesoris agar terlihat indah, " beber Mustapa Jo Endah, pegiat randai sekaligus pimpinan sanggar Sinar Lembang Kotaweh.

Artis Korea, Sekedar Tahu

 

Betris, siswi kelas 2 SMK 1 Bukit Sundi, Muara Panas, Solok adalah salah satu siswa di sanggar  Sinar Lembang yang dikelola oleh Mustapa.

Sejak kecil, Betris mengaku sudah akrab dengan kesenian tradisional Minang, terutama randai.

Saat  duduk di bangku kelas 2 SD,  Betris mulai giat berlatih.  Awalnya hanya sekedar turut ayahnya yang aktif melatih  di sanggar  kesenian Sinar Lembang, tak jauh dari rumahnya.

Anak kecil seusianya hingga remaja bergerak melingkar mengikuti alunan musik dan sesekali mengeluarkan teriakan khas, hep, tah, tih.

Pemandangan ini lama-lama menggelitiknya dan  berkat dorongan sang ayah, sejak itu hingga kini Betris  serius berlatih . Bahkan kini dirinya naik posisi, sebagai pelatih mengikuti jejak ayahnya.

Disinggung tentang fenomena budaya Korea yang banyak digandrungi generasi Z seusianya, Betris mengatakan bukan  tidak sama sekali mengenalnya.

Setiap kali berselancar dari gadget miliknya,   kerap menemukan sosok   artis atau penyanyi dari negeri gingseng  yang namanya tengah trending topik di media social.

 Tapi setiap kali wajah-wajah figur luar itu  muncul  di  layar  smartphone, seketika itu pula jari-jari tangannya segera bergeser keatas  dan menampilkan  informasi  yang berbeda.

"Suka muncul di Tiktok sih, tapi  saya nggak begitu tertarik. Artis-artis Korea sekedar tahu saja, nggak sampai dijadikan idola. Dari dulu lebih suka kesenian tradisional Minangkabau," ungkap anak kedua dari pasangan Syafrizal dan Irma, ini.

3 Tahun Bebas Uang Komite Sekolah

Tak terbilang banyak pengalaman dan manfaat  yang diperoleh Betris selama aktif berkesenian. Mulai dari melatih keberanian di muka umum, pergi ke berbagai kota di Sumatera Barat, memiliki banyak teman sesama  sanggar penggiat tradisional randai.

Bahkan yang   tak kalah penting, Betris  berhasil mengukir prestasi di bidang seni . Semua itu  menjadi bekal melenggang masuk  sekolah negeri.

Betris (kiri atas- berbaju kuning) bersama teman-teman di sekolahnya, SMK 1 Bukit Sundi, Muarapanas, Solok (dokpri)
Betris (kiri atas- berbaju kuning) bersama teman-teman di sekolahnya, SMK 1 Bukit Sundi, Muarapanas, Solok (dokpri)

"Alhamdulillah, sekarang pun dapat beasiswa dari salah satu guru di sekolah.  Jadinya bebas biaya komite selama 3 tahun, baju dan perlengkapan sekolah," imbuh Betris.

Selain randai, di sanggar Sinar Lembang , para siswa juga mempelajari sejumlah tarian tradisional, seperti tari piring, tari payung , tari tangan dan dendang.

Betris senang mendalami tari piring. Ganjarannya beberapa kali  mewakili sekolah, dirinya menyabet juara di setiap festival kesenian yang digelar secara berkala oleh pemerintah kota Solok maupun Sumatera Barat pada umumnya.

Februari 2023 lalu, sanggar Sinar Lembang mengikuti kejuaraan tari piring  yang diselenggarakan di Koto Anau. Betris dan kelima orang rekan sanggarnya kembali berhasil menorehkan prestasi.

Saat ditanya akan melanjutkan kuliah kemana selepas lulus SMK, Betris mengaku belum memiliki bayangan sama sekali.

"Belum tahu, karena perekonomian orang tua nggak memungkinkan untuk kuliah," jawabnya sedih.

Meski begitu, dia berharap besar  dapat menimba pendidikan  hingga bangku kuliah agar kehidupannya ke depan  menjadi lebih baik.

"Sedang diusahakan supaya dapat bidik misi, karena kalau dapat beasiswa biaya kuliah katanya jadi lebih ringan," ucap Betris.

Agar Tidak Tergantung Pada Gadget

Mustapa Jo Endah, 54 tahun, pimpinan sanggar Sinar Lembang mengkonfirmasi bahwa Betris adalah salah satu siswa terbaik  dari sanggar yang didirikannya bersama-sama Nagari Kotolaweh pada tahun 2016 silam.

"Dia anak yang serius berlatih, makanya sekarang pun sudah menjadi pelatih untuk adik-adik sanggar," tutur Mustapa yang sehari-hari berprofesi sebagai juru listrik.

Pria berperawakan kecil ini mengaku sedikit khawatir dengan apa yang terjadi belakangan ini di tengah masyarakat.  Disatu sisi perkembangan teknologi informasi membuat semua hal menjadi mudah diperoleh. Namun disisi lain, semua orang seakan tidak bisa lepas dari gadget.

"Jika handphone dipergunakan untuk kegiatan positif, yang dapat mempermudah pekerjaan, nggak masalah. Tapi di kalangan anak-anak dan remaja, handphone kebanyakan digunakan  untuk main games. Kadang sampai lupa waktu, donlot ini dan itu," ujar Mustapa , menganalisa.

Mustapa Jo Endah, pegiat seni sekaligus pimpinan Sanggar Sinar Lembang Kotolaweh, Solok
Mustapa Jo Endah, pegiat seni sekaligus pimpinan Sanggar Sinar Lembang Kotolaweh, Solok
(dokpri)

 Berangkat dari keinginannya memfasilitasi anak-anak dan remaja di lingkungan nagari Kotolaweh, maka Mustapa  berinisiatif  berkolaborasi dengan kenagarian Kotolaweh mendirikan sanggar Sinar Lembang.

Dia mengharapkan dengan adanya wadah  kesenian ini dapat meminimalisir ketergantungan anak dan remaja Kotolaweh terhadap gadget.

Dengan aktif berkesenian, diharapkan para pemuda juga jauh dari pengaruh narkoba, miras , keluyuran malam dan pergaulan bebas.

"Anak-anak muda harus banyak diberikan kegiatan positif. Banyak manfaat yang didapat dengan terus  bergerak, yang utama bikin sehat sekaligus menumbuhkan kecintaan terhadap kesenian tradisional di kalangan anak muda," lanjut Mustapa.

Mustapa sendiri sudah berkecimpung dengan dunia kesenian sejak usia belia.

"Dulu saya aktif di sanggar Cahaya Lembang, berdiri sejak tahun 1974. Tapi kala itu sanggar ini bukan milik nagari melainkan didirikan oleh seorang pegiat randai dari jorong  Tiga Balai, " beber Mustapa.

Ketika ditanyakan prestasi apa saja yang telah diperolehnya selama berkecimpung di dunia kesenian randai, Mustapa jujur mengatakan saat itu dia dan kawan-kawannya hanya sibuk berlatih, namun tidak pernah sekalipun mengikuti ajang pertandingan apapun

Alasannya, tentu saja tidak lain karena keterbatasan uang untuk mengikuti berbagai pertandingan yang ada.

Meski begitu, Mustapa tak pernah berkecil hati. Kini sebagai bentuk 'balas dendam' nya  bersama pengurus Sinar Lembang, Mustapa  dengan sekuat tenaga memfasilitasi siswa-siswinya untuk bertanding  diberbagai ajang bergengsi.

"Walaupun harus merogoh kantong sendiri, sekuat tenaga, semampunya kami lakukan. Karena kalau sudah berprestasi, manfaatnya untuk mereka juga. Bisa mengejar beasiswa belajar dengan ini," lanjut Mustapa yang mengaku hanya mengecap pendidikan di bangku sekolah dasar saja.

Pada kesempatan mudik lebaran kemarin saya  menyaksikan anak-anak binaan sanggar Sinar Lembang tengah berlatih randai. Meski tengah  rintik-rintik hujan, mereka terus berlatih.

Menurut Mustapa, semangat berlatih anak-anak sangatlah besar.  Oleh sebab itu, dia dan pengurus tidak mau mematahkan. Meski dalam suasana lebaran, Mustapa tetap mengelar latihan.

Untuk sekedar memberi apresiasi  atas semangat mereka, Mustapa kerap mengajak siswa sanggar menghadiri kunjungan persahabatan antar komunitas randai di wilayah Solok.

Namun kegiatan  semacam itupun  tak dapat dilakukan sering-sering karena mengingat kondisi keuangan sanggar yang minim.

" Tidak ada  anggaran dari Nagari. Sejauh ini kami bergerak sendiri. Hanya beberapa kali, kalau tidak salah 2 kali saja disupport berupa snack untuk kegiatan sanggar. Selebihnya pengurus mengusahakan sendiri untuk kebutuhan sanggar. Padahal kalau mau pergi melakukan kunjungan persahabatan atau pergi bertanding, kami butuh transportasi dan akomodasi," ucap Mustapa.

Oleh karena itu Mustapa sangat menaruh harapan bahwa ke depan sanggar Sinar Lembang akan berkembang dengan fasilitas  memadai serta dukungan yang besar  dari berbagai pihak  sehingga para siswa dapat berlatih dengan nyaman.

 Mustapa percaya bahwa anak-anak yang terfasilitasi  dalam kegiatan belajarnya akan dengan mudah mengukir prestasi, tidak saja di bidang seni, namun juga   akademik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun