Pilkada Jawa Barat (Jabar) selalu menjadi sorotan penting dalam peta politik Indonesia, mengingat provinsi ini memiliki jumlah penduduk yang sangat besar dan kekayaan budaya yang luar biasa. Dengan dinamika politik yang kompleks, Pilkada Jabar menjadi ajang krusial bagi partai politik untuk memperkuat posisi mereka dalam panggung politik nasional. Tidak mengherankan jika setiap pergerakan di sini diawasi dengan seksama oleh berbagai pihak.
Di tengah persiapan Pilkada Jabar, partai-partai politik berlomba mencari figur-figur populer untuk dicalonkan sebagai calon gubernur atau wakil gubernur. Figur-figur ini seringkali memiliki pengaruh kuat dalam masyarakat Jabar dan bisa menjadi kunci sukses dalam memenangkan Pilkada.Â
Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, dan Bima Arya Sugiarto adalah beberapa nama yang sering dibicarakan sebagai bakal calon gubernur. Mereka bukan dari kalangan selebritis, tetapi popularitas mereka melampaui selebritis, dan partai-partai politik berlomba untuk mengusung mereka. Dengan tidak adanya satu partai pun yang mampu mencalonkan kandidatnya sendirian, koalisi menjadi suatu keharusan.
Meskipun ada empat partai besar yang berpotensi membentuk koalisi -- Gerindra, PKS, Golkar, dan PDIP -- tidak satu pun yang memenuhi ambang batas 20% kursi DPRD Jabar untuk mengusung calon sendiri. Oleh karena itu, mereka harus bergandengan tangan dengan partai lain.Â
Ada beberapa skenario yang mungkin terjadi dalam pembentukan koalisi ini. Salah satunya adalah kemungkinan terbentuknya koalisi Golkar dan Gerindra, yang pernah disampaikan oleh Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartanto.Â
Selain itu, ada kemungkinan koalisi PKS, Nasdem, PKB, PPP, dan PDIP berhadapan dengan koalisi Golkar-Gerindra. Ini mengulang peta pertarungan di pilpres yang lalu, di mana koalisi parpol Islam dan PDIP akan berhadapan dengan Golkar-Gerindra.Â
Opsi lainnya adalah Golkar bisa bergabung dengan PAN dengan Bima Arya sebagai cawagub atau dengan Nasdem dengan cawagub seperti Saan Mustofa atau M. Farhan. Sementara itu, Gerindra bisa bergabung dengan PDIP, meskipun kehadiran parpol Islam seperti PKS yang memiliki mesin parpol efektif juga harus dipertimbangkan.
Terakhir, kemungkinan lain adalah meniru model sukses Ahmad Heryawan dengan menjadikan figur populer sebagai pasangan pendulang suara. Saat ini, politisi malah lebih populer dibandingkan artis, menunjukkan pergeseran positif dalam politik kita. Kehadiran figur muda seperti Gibran yang menjadi magnet bagi pemilih muda juga tidak bisa diabaikan, mengingat pemilih muda di Jabar mencapai 52%.
Dengan demikian, Pilkada Jabar kali ini bukan hanya tentang siapa yang akan memimpin provinsi ini, tetapi juga bagaimana koalisi dan strategi partai politik akan berdampak pada peta politik nasional. Semoga dengan pengawasan ketat dan strategi yang matang, kita bisa melihat Pilkada yang tidak hanya kompetitif, tetapi juga fair dan bermanfaat bagi masyarakat Jabar.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H