Mohon tunggu...
DEWIYATINI
DEWIYATINI Mohon Tunggu... Freelancer - freelance writer

Belakangan, hiburan di rumah tidak jauh dari menonton berbagai film dan seri dari berbagai negara, meski genre kriminal lebih banyak. Daripada hanya dinikmati sendiri, setidaknya dibagikan dari sudut pandang ibu-ibu deh! Kendati demikian, tetap akan ada tulisan ringan tentang topik-topik yang hangat mungkin juga memanas di negeri ini. Terima kasih untuk yang sudah menengok tulisan-tulisan receh saya. Love you all!

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Penyesalan Terbesar Orangtua Kehilangan Anak Selamanya dalam Kegiatan Perpisahan Sekolah

13 Mei 2024   15:34 Diperbarui: 13 Mei 2024   16:05 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Riuh saling melemparkan tanggung jawab dalam kasus kecelakaan bus rombongan perpisahan siswa di Subang dimulai. Kecelakaan itu menewaskan sembilan siswa, seorang guru, dan seorang pengendara sepeda motor.

Penyelidikan tengah dilakukan baik terhadap saksi, kendaraan, dan pihak sekolah. Semua sedang saling melemparkan kesalahan. Merasa benar. Mencari pembenaran.

Pihak sekolah merasa telah melakukan hal yang benar sesuai prosedur. Memilih kendaraan yang dianggap layak, karena dua bus lainnya baik-baik saja.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan ada kerusakan pada bus. Ditambah lagi usia bus yang sudah tua, mungkin juga tanpa perawatan yang layak. 

Pihak Kementerian Perhubungan turut angkat bicara. Malahan meminta masyarakat untuk mengecek kendaraan sebelum berangkat agar keselamatan selama perjalanan terjamin. Sementara yang memiliki petugas dengan kompetensi pemeriksaan kendaraan adalah mereka.

Kerusakan juga sudah diakui oleh pengemudi karena kendaraan sempat berhenti dua kali untuk memperbaiki kerusakan berupa rem blong. Sopir mengaku ia terpaksa menghempaskan kendaraan agar tidak banyak jatuh korban.

Kemudian Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil alih tanggung jawab untuk menanggung biaya pengobatan dan perawatan korban. Tidak lupa memberikan imbauan pada sekolah soal study tour. Padahal ada perbedaan jelas antara study tour dan perpisahan. 

Tidak lupa juga, memberikan pesan pada kepala daerah yakni bupati dan wali kota untuk memperketat perizinan kegiatan study tour. Sekadar mengingatkan bahwa ada pembatasan kewenangan antara pengelola pendidikan di SD, SMP, SMA, dan SMK. Untuk SD dan SMP berada di pemerintah kota atau kabupaten. Sedangkan SMA, SMK, dan SLB berada di bawah kewenangan pemerintah provinsi. 

Ketika mereka saling melempar tanggung jawab, ada satu pihak yang langsung mengambil rasa bertanggung jawab dan rasa bersalah seumur hidup. Mereka adalah orang tua para korban. Orang tua siswa yang ikut dalam kegiatan tersebut.

"Kegiatan ini merupakan kesepakatan dengan orang tua," kata si pengurus yayasan yang menaungi SMK Lingga Kencana.

Dengan kalimat itu, seakan-akan meminta orang tua ikhlas atas musibah itu. Ketahuilah, seumur hidup rasa bersalah telah memberi izin dan melepas tanggung jawab pendampingan pada sekolah tidak akan pernah hilang. Terus menghantui.

Ikhlas, kata yang paling berat, karena orang tua akan terus menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab utama kematian anaknya. Tak harus menunggu siapa yang akan dipersalahkan.

"Seandainya kami tidak mengizinkan, hal ini tidak akan terjadi," kalimat itu terus berputar di kepala para orang tua itu.

Anak-anak akan tetap hidup, jika izin itu tidak pernah diucapkan. Anak-anak masih tetap bersama mereka, jika tidak menyepakati rencana kegiatan perpisahan. 

Tidak ada orang tua yang pernah memimpikan untuk menguburkan anaknya. Mereka berharap anak merekalah yang kelak akan menguburkan jasad mereka dan mendoakannya.

Saat ini, mereka tidak peduli siapa yang dijadikan tersangka. Karena mereka sudah menempatkan siapa tersangka utama atas kematian anaknya, yakni diri mereka sendiri. 

Mereka yang menyalahkan dirinya sendiri atas kehilangan anaknya dan masa depan yang diidamkan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun