SEPARUH hati saya senang saat mendengar putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK dengan tidak hormat. Separuhnya lagi, masih merasa kecewa karena Anwar Usman tidak diberhentikan sebagai hakim MK.
Ini percuma. Ibarat ada sampah yang tadinya berada di paling depan, kemudian digeser posisinya ke belakang. Tapi sampah ini masih berada di dalamnya bersama yang bukan sampah. Tentu saja, tempat itu masih terasa bau. Bahkan orang yang di luar tempat itu masih menganggap tempat itu kotor. Masih tercemar!
Ingat, sejumlah bukti sudah disampaikan di persidangan MKMK dan meyakinkan MKMK bahwa Anwar Usman telah melakukan pelanggaran berat. Sanksinya, yang paling tepat dengan diberhentikan tidak hormat.Â
Perilaku Anwar Usman yang disebut melanggar dengan berat tidak hanya karena posisinya sebagai Ketua MK, tapi sebagai hakim konstitusi. Anwar Usman dinilai telah membuka ruang untuk diintervensi sehingga putusan MK mengabaikan adanya konflik kepentingan keluarga antara Anwar Usman- Joko Widodo- Gibran Rakabuming.
Menariknya, yang membuat lebih muak, Anwar Usman menanggapi putusan MKMK dengan menempatkan dirinya sebagai korban yang paling terluka. Dia menilai dirinya telah difitnah habis-habisan hingga ia didongkel dari posisinya. Apalagi setelah itu, ia seperti diposisikan nonjob karena dilarang menjadi bagian majelis hakim menyidangkan sengketa hasil pemilu.Â
Saat menyebut dirinya difitnah dengan putusan MKMK tersebut, ia telah dengan nyata memperlihatkan dirinya sebagai politikus. Yang menjawab hanya dengan perasaan. Ya, seperti kata kakaknya, Presiden Jokowi, Pemilu saat ini masih merupakan pertandingan perasaan. Tepatnya, politik kita memang penuh perasaan.Â
Putusan yang disampaikan MKMK berdasarkan sejumlah bukti yang diberikan pelapor, juga hasil pemeriksaan terhadap para pelapor. Sedangkan jika itu dianggap fitnah. Seharusnya Anwar Usman membeberkan bukti untuk menyangkal 'fitnah' tersebut.Â
Bukankah Yang Mulia Anwar Usman masih seorang hakim yang bisa diyakinkan dengan dua alat bukti? Berlakulah sama! Tunjukan dengan minimal dua alat bukti bahwa yang dilakukan MKMK adalah sebuah fitnah, sebuah kebohongan untuk menghancurkan karirnya sebagai hakim yang sudah dibangun lebih dari 40 tahun.Â
Menurut saya, Yang Mulia Anwar Usman seharusnya diberhentikan juga sebagai hakim konstitusi. Bahkan Yang Mulia Anwar Usman seharusnya memilih profesi baru sebagai politikus. Karena Yang Mulia bukanlah seorang negarawan. Anda pantas disebut politikus yang pandai bersilat lidah dan memutar balik fakta!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H