Mohon tunggu...
DEWIYATINI
DEWIYATINI Mohon Tunggu... Freelancer - freelance writer

Belakangan, hiburan di rumah tidak jauh dari menonton berbagai film dan seri dari berbagai negara, meski genre kriminal lebih banyak. Daripada hanya dinikmati sendiri, setidaknya dibagikan dari sudut pandang ibu-ibu deh! Kendati demikian, tetap akan ada tulisan ringan tentang topik-topik yang hangat mungkin juga memanas di negeri ini. Terima kasih untuk yang sudah menengok tulisan-tulisan receh saya. Love you all!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semakin Banyak Anak Merundung Anak Lainnya hingga Terluka, Salah Siapa?

28 September 2023   08:00 Diperbarui: 28 September 2023   08:01 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/photo/sad-boy-in-gray-sweater-sitting-on-the-floor-7929419/

Beberapa hari belakang, sebagai seorang ibu, hati sungguh miris menyimaknya banyak kejadian perundungan yang menimpa anak-anak. Korbannya anak-anak, pelakunya juga anak-anak.

Hampir semuanya terjadi di lingkungan sekolah. Setidaknya di lingkungan dekat dengan sekolah. Sebagian besar yang terjadi, anak-anak ini melakukan kekerasan fisik terhadap anak-anak lainnya. 

Tidak perlu lebih dulu mengungkap motif anak melakukan kekerasan dan perundungan terhadap anak lainnya. Mari kita lihat respon dari orang dewasa yang ada di dekat mereka.

Kasus pertama yang disoroti yang terjadi di Gresik. Seorang anak usia 8 tahun yang mengalami kebutaan, diduga ditusuk tusukan bakso oleh temannya. Dari situ terungkap, si anak kerap dirundung sejak kelas 1 SD. Sedihnya, si anak tidak pernah membongkar kelakuan temannya ini pada orang tuanya.

Saya tidak tahu alasan si anak tidak terbuka pada orang tuanya ketika ia sering diperas temannya itu. Paling buruk, kemarahan si teman meraja hingga diduga menusuk mata korban.

Sebagai orang tua, saya mengerti reaksi ayahnya yang ternyata merupakan perangkat desa mem-viral-kan kasus yang menimpa anaknya. Sederhananya, menuntut keadilan untuk anaknya.

Di perjalanan perjuangan mencari keadilan untuk anaknya, banyak batu terjal yang harus ditaklukan. Dari berita yang saya baca, mulai dari rumah sakit yang menangani anaknya yang menyatakan tidak ada kekerasan hingga intimidasi dari pejabat publik yang ingin 'menenggelamkan' kasus ini. 

Ditambah lagi pihak sekolah yang seakan-akan cuci tangan terhadap kasus yang menimpa siswanya ini. Pengalaman saya menemui kasus pidana baik itu perundungan atau pun kasus lainnya, dalih sekolah yang paling mudah menyebut bahwa kasus itu tidak terjadi di lingkungan sekolah sehingga sekolah tidak perlu bertanggung jawab. 

Mau protes juga sulit. Tapi setidaknya, sekolah seharusnya terbuka dan bekerja sama menyelesaikan kasus ini. 

Memang ini jadi semacam perusak imej yang sudah dibangun oleh sekolah. Tapi keterlibatan aktif sekolah menyelesaikan masalah menjadi poin plus bahwa sekolah tidak abai terhadap peserta didiknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun