Siang tadi saya diajak teman saya untuk menghadiri ceramah di sebuah mesjid, teman saya mengatakan penceramahnya bagus, "wah boleh juga siang-siang panas terik jakarta begini bisa dengar nasihat yang bisa menyejukan" dalam hati saya.
Sesampainya di sana saya mendapati mesjid sudah dalam keadaan penuh, "hmm banyak yg hadir" gumam saya, saya pun sudah tidak sabar ingin mendengarkan ceramah dari pak ustad yang sudah ada di tempatnya.
Pak ustad membuka ceramah dengan penuh semangat.
"Saya akan menunjukan bagaimana orang syiah bisa men-syiah-kan anda dalam 10 menit", begitulah pak ustad memulai ceramah.
Lanjutan ceramahnya sudah bisa saya tebak, ceramah berlanjut dengan siraman kecurigaan, pengadilan dan penghakiman bagi penganut syiah, tidak ada nasihat yang menyejukan, setidaknya menurut saya. Seandainya ada sesi untuk tanya jawab, saya ingin sebenarnya mengklarifikasi terhadap jamaah yang datang mungkin ada yang syiah apakah tuduhan yang diarahkan untuk mereka memang benar semua seperti itu, bukan seperti tadi yang seakan seperti pengadilan in absentia.
Ya Tuhan...Tuhan semua makhluk, Tuhan bagi siapapun, Dzat yang kasih dan ampunanNya melebihi murkaNya. Mesjid ini yang katanya rumahMu saat ini justru menjadi tempat untuk menyebarkan benih kebencian terhadap sesama manusia, benih yang akan bisa menumbuhkan pohon-pohon pertumpahan darah mengatasnamakan Agama, bukan mesjid yang seharusnya menjadi tempat setiap hambaMu bermesraan denganMu Sang Maha Pengasih lalu setelahnya bisa menyebarkan benih cinta kasih terhadap sesama mahkluk dalam kehidupan sehari-hari.
Maka tidak heran orang-orang syiah di sampang terusir dari kampungnya dan sampai sekarang masih dalam pengungsian. Saya tidak mempunyai kapasitas untuk mengupas apa, bagaimana syiah secara detail, yang saya hanya mengerti bahwa islam yang saya yakini bukanlah agama pengusir, penebar kebencian, pencaci maki ajaran lain, senang permusuhan, menindas yang lemah dan minoritas, seandainya memang ada orang-orang syiah di Nusantara ini yang membenci dan mencaci-maki sahabat Kanjeng Nabi selain Sayidina Ali, lalu mengapa kita menyamakan diri dengan mereka yang akhirnya justru ikut menjadi pencaci-maki ?, cukup dialog baik-baik atau laporkan saja mereka ke aparat penegak hukum.
Harapan saya, mari kita akhiri isu permusuhan sunni-syiah ini, akhiri saling tuduh, saling mencaci, karena sesungguhnya isu ini sudah berakhir ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Dinasti Ummayah menghilangkan cacian terhadap Sayidina Ali yang biasa dibacakan pada setiap akhir khotbah sholat Jumat semenjak Kekhalifahan Ummayah mau dan sudah berdiri. Maka ayo jalani saja keyakinan masing-masing tanpa menyalahkan keyakinan yang lain, sudah berabad-abad lamanya isu ini hidup.Â
Semoga kita bisa mencontoh junjungan kita Nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang lembut dan cinta damai. Bismillah...
Â
Â