Mohon tunggu...
dadan suwarna
dadan suwarna Mohon Tunggu... -

peminat masalah sosial dan budaya, sedang belajar jadi online publisher

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Konsep Ekonomi Kata Hati

18 Agustus 2010   21:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:54 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bertahun-tahun “investasi di balik bantal atau kasur” dilakukan masyarakat karena beberapa alasan. Apa yang paling dialami dan diyakini, di situlah pelajaran terbaik bagi cara uangnya mereka selamatkan. Sekalipun di balik bantal atau kasur selama dianggap aman, ya di situlah uang mereka tempatkan. Kini pada perbankan konvensional menabung bukan lagi prospek menguntungkan, tetapi potongan ini-itu. Belum lagi penerapan sistem bunga, adalah masalah tersendiri yang jadi bahan kontroversial.

Harapan masyarakat pada nilai-nilai uangnya adalah konsep ekonomi bagi hasil, tidak berdasar gambling dan kalkulasi angka mencemaskan. Alasan itulah mengapa masyarakat menempatkan modalnyapada aktivitas perekonomian yang lain yang dianggap lebih jelas, katakanlah membeli emas, tanah, hingga rumah. Bahwa potongan hingga menghanguskan jumlah tabungan, tetaplah investasi yang tidak menarik, justru karena logika menabung yang artinya menyimpan uang, kok malah kehilangan uang.

Tidak menguntungkan malah membuntungkan adalah paradigma ekonomi yang tidak menarik; katanya demi kualitas layanan dan ketersediaan sarana dan prasarana. Masalah tersebut terlalu klise sebagai harapan hidup mereka. Modal yang mereka limpahkan seharusnya jadi hukum keuntungan, menggerakkan sektor-sektor perekonomian mikro dan makro, tidakmalah menjerat mereka dengan potongan. Kalau perbankan syariah mampu memecahkan solusi demikian, tentu akan terjadi arus datang uang berupa penanaman modal dari masyarakat ke perbankan syariah.

Hidupnya sektor riil diyakini karena lebih menjanjikan keamanan dan ketenangan. Di samping itu, masyarakat jadi saksi mata langsung atas perputaran modal yang dilimpahkan melalui perdagangan umum atau bisnis konvensional lainnya.

Konsep perbankan syariah idealnya menjawab harapan tersebut. Mampukah mereka menekan persoalan ekonomi pragmatis dengan solusi cerdas dan kreatif? Mampukah mereka menggugah spirit dan kultur yang masyarakat harapkan? Kalau jawabannya ya, tentu pilihan alternatif ke perbankan syariah bukan sekadar slogan, tetapi juga keharusan dan kebutuhan.

Konsep sederhana tentang meminjam adalah ketenangan dan keikhlasan. Ketenangan berarti berlaku aturan dua pihak yang saling memberi dan menguntungkan. Selama ini yang terjadi adalah meminjam dan yang dirugikan. Bukan rahasia bahwa agunan nilainya melebihi nilai pinjaman. Tagihan perbankan konvensional yang setengah mati pada tunggakan peminjam adalah cara-cara yang membuat siapa pun menderita bahkan tidak berdaya. Memang, konsekuensi meminjam adalah "membayar hutang", tetapi hukum yang menjelaskannya adalah berbagi untung sepihak dan berbagi rugi pada pihak peminjam. Sisi kemanuasiaan ini lebih penting daripada alasan legal-formal yang kaku yang kerapkali meniadakan rasa keadilan.

Ketiadaan nilai-nilai tranparan yang berbuntut pada dicederainya si nasabah adalah persoalan perbankan konvensional. Sebaiknya, perbankan syariah meminimalisasi dampak tersebut dengan tetap profesional dan terbuka akan kebenaran apa pun. Ini akan berujung pada keikhlasan dua pihak.

Pentingnya konsep keikhlasan dua pihak adalah dalam menekankan pentingnya aspek moral atau etika bersama. Keikhlasan bukan sekadar tersurat sebagai hukum formal aturan yang kaku, tetapi memberi ruang "memberi" dan "menerima". Dua pihak berbagi kebenaran informasi yang pahit dan manis. Pernahkah perbankan konvensional mengungkapkan, "Bila Ibu atau Bapak menunggak, akibatnya adalah ini" atau "Bila dalam sekian lama tunggakan terjadi, kelipatannya pengeluarannya adalah ini dan itu."

Transaparansi adalah keterbukaan, seluas mungkin informasi sebaiknya diungkapkan.

Konsep bagi hasil sebenarnya memberi alasan yang jelas akan ke mana uang yang disalurkan dan untuk apa. Dengan kata lain, ekonomi yang transparan adalah ekonomi yang menjanjikan harapan. Uang adalah media yang akan menentukan kenyamanan, keamanan, ketenangan. Uang akan jadi “alat pemaksa” kesadarannya ihwal pentingnya manajamen waktu, ekonomi, dan perencanaan hidup mereka. Apalagi, persoalan yang selalu harus disosialisasikan adalah mengantisipasi kenyataan nanti, menghadapi masa tua atau hukum ekonomi sulit.

Dalam pandangan lain, menabung tidak berbeda dari hidupnya sektor riil ketika ada modal yang ditanam sekaligus juga ada keuntungan atau bagi hasil yang halal dan menarik.

Asuransi syariah dapat jadi pembanding yang menarik ketika jadi nasabah adalah juga nilai-nilai investasi sekaligus proteksi. Ini semata-mata demi jaminan hidup mereka hari ini dan tentunya nanti.

Dipublikasikan jug di: http://bijakwan.blogspot.com/2010/09/konsep-ekonomi-kata-hati.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun