"Mas, saya boleh pinjam uang. Saya sedang perlu sekali," kata Dalimin pagi ini kepadaku.
Baru kali ini Dalimin mau pinjam uang kepadaku. Sepertinya dia memang sedang perlu betul.
"Wah maaf, Mas. Kebetulan saya juga sedang perlu uang untuk beli pompa air. Pompa air di rumah saya rusak, harus beli baru," jawabku.
Dia pun menggaruk kepalanya. Terlihat sekali kebingungannya. Mungkin berpikir mau berutang ke siapa lagi.
"Memangnya sampeyan perlu pinjam uang untuk apa, Mas?" tanyaku.
"Buat bayar utang, Mas," jawabnya.
"Walah, Mas. Masa bayar utang kok dengan berutang lagi. Gali lubang tutup lubang itu namanya," kataku.
"Ya tidak apa-apa, Mas. Saya terpaksa. Wong negara saja juga gali lubang tutup lubang. Utang lagi untuk bayar utang lainnya," jawabnya.
Aku pun teringat dengan salah satu berita di koran tempo hari. Menurut berita itu, anggaran untuk membayar bunga utang dalam APBN terus membengkak. Untuk membiayainya, pemerintah harus menarik utang baru. Hal itu sudah terjadi sejak 2012.
Celakanya, itu baru membayar bunga utang. Untuk membayar bunga utang saja harus utang, padahal utang baru itu akan menimbulkan bunga utang lagi pada tahun berikutnya. Betul-betul lingkaran setan.
"Kalau sampeyan bayar utang saja harus utang lagi, lalu kapan utang sampeyan lunas, Mas?" tanyaku.