Mohon tunggu...
Dewa Putra Krishna Mahardika
Dewa Putra Krishna Mahardika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Telkom

Education background in accountancy, interest in investment and business in GHG reporting

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Meniti Era Pajak Karbon

6 November 2024   07:57 Diperbarui: 6 November 2024   08:03 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kejadian cuaca ekstrem yang melanda Eropa dan Amerika sangat mungkin terjadi di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, karena dalam beberapa penelitian disimpulkan bahwa kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan yang berpotensi terkena dampak parah dari perubahan iklim. Misalnya, penelitian Asia Development Bank (ADB) pada 2017 memprediksi kawasan Asia Tenggara akan terpengaruh oleh musim panas ekstrem setiap 2-5 tahun. Dengan latar belakang ini maka perlu adanya kebijakan dari pemerintah guna mencegah terjadinya prediksi dalam penelitian ADB.

Sudah menjadi kesimpulan para ilmuwan bahwa perubahan iklim dipicu oleh efek gas rumah kaca (GRK) Salah satu GRK yang sangat berpengaruh dalam memicu perubahan iklim adalah gas karbondioksida/CO2 (yang sering disingkat karbon). Karbon dihasilkan salah satunya dari penggunaan bahan bakar fosil (batubara, minyak dan gas bumi) sebagai sumber energi.

Dengan pengetahuan ini maka penting bagi pemerintah untuk mengontrol emisi karbon dari penggunaan bahan bakar fosil melalui beragam kebijakan yang salah satunya adalah pajak karbon. Melalui pajak karbon pemerintah akan mengenakan pajak dari setiap emisi karbon dan menentukan subjek dari pajak tersebut. Keefektifan pajak karbon dalam mengurangi emisi karbon akan tergantung pada respon subjek pajak atas pengenaan pajak karbon.

Pajak karbon dapat menjadi tidak efektif dalam menurunkan emisi karbon akibat setidaknya dua hal: tarif pajak yang rendah dan ketidakpastian dalam perubahan tarif pajak. Pertama, tarif pajak yang lebih rendah dibanding biaya sosial tidak akan mendorong pengurangan emisi karbon. Biaya sosial ini meliputi biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat akibat dari emisi karbon seperti biaya kesehatan masyarakat dan biaya pemeliharaan lingkungan. Tarif pajak dapat ditentukan dengan beberapa cara seperti berdasarkan estimasi penurunan biaya sosial akibat pengurangan emisi 1 ton karbon, berdasarkan simulasi model untuk memperkirakan penurunan emisi untuk setiap kenaikan tarif pajak karbon atau berdasarkan tarif yang dikenakan di negara lain.

Kedua, ketidakpastian dalam perubahan tarif pajak karbon dapat mencegah penurunan emisi karbon. Pajak karbon umumnya diterapkan pada sektor padat karbon (seperti sektor transportasi, energi dan semen) dan penerapan pajak karbon pada sektor ini bertujuan sebagai insentif untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dan mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan. Namun, beragam mesin yang digunakan pada sektor padat karbon memiliki umur yang panjang (mencapai 10-20 tahun) sehingga pengenaan tarif pajak perlu mempertimbangkan sifat jangka panjang dari mesin. Perubahan tarif pajak karbon diperlukan guna menjaga insentif peralihan menuju tekonologi ramah lingkungan.

Selain itu, untuk mencapai keefektifan dari pajak karbon dalam mengurangi emisi maka tarif pajak perlu disesuaikan untuk mengantisipasi perubahan tingkat inflasi, kenaikan pendapatan riil masyarakat, perubahan teknologi dan perubahan harga bahan bakar fosil.

Untuk mempermudah penerapan pajak karbon, skema pengenaan pajak dapat dilakukan saat bahan bakar fosil masuk dalam sistem perekonomian nasional. Skema ini dapat diterapkan karena kadar karbon dalam tiap jenis bahan bakar fosil dapat ditentukan sehingga besarnya pajak dapat dikenakan berdasarkan kadar karbon. Penerapan skema ini lebih mudah diterapkan dibandingkan jika pengenaan pajak diterapkan saat penggunaan bahan bakar fosil.

Pengenaan objek pajak baru dalam suatu perekonomian pastinya akan mendapat pertentangan karena hal ini akan menambah beban yang harus ditanggung oleh masyarakat. Dalam kondisi ini pemerintah perlu menjelaskan kepada masyarakat mengenai komitmen penggunaan dana yang diperoleh dari pengenaan pajak karbon karena dukungan dari masyarakat sangat penting dalam keberhasilan implementasi pajak karbon. Pendapatan dari pajak karbon umumnya digunakan untuk beberapa tujuan seperti membiayai aktifitas adaptasi dan mitigasi dari perubahan iklim, dan membantu masyarakat berpenghasilan rendah yang terkena dampak langsung dari perubahan iklim.

Sifat dari GRK juga memengaruhi keberhasilan penerapan pajak karbon. Kebanyakan GRK dapat bertahan sangat lama pada lapisan atmosfir (mencapai 100 tahun atau lebih). Hal ini berarti perubahan iklim yang terjadi saat ini merupakan akibat akumulasi emisi karbon yang terjadi 100 tahun lalu sampai saat ini. Walau usaha pengurangan emisi telah dilakukan, namun dampaknya akan dirasakan sekitar 100 tahun kemudian. Hal ini akan berpotensi memperumit usaha untuk menilai efektifitas dari pajak karbon. Dengan karakteristik GRK yang dapat bertahan sangat lama, maka usaha untuk menstabilkan jumlah kadar karbon di atmosfir memerlukan kondisi netral karbon harus dicapai saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun