Confrence of Parties (COP) 26 yang berlangsung di Glasglow, Inggris telah berakhir. COP tersebut dihadiri oleh beragam grup dari sektor pemerintah dan swasta, lembaga keuangan dan aktivis lingkungan. Namun, satu grup yang tidak terlihat dengan jelas dalam COP26 yaitu kantor akuntan
Beragam grup dari sektor pemerintah, swasta dan lembaga keuangan telah melakukan kesepakatan dan komitmen untuk mengurangi emisi karbon guna memenuhi target dalam Perjanjian Paris 2015. Aksi untuk menanggulangi perubahan iklim
Profesi akuntan dalam suatu organsiasi secara tradisional berfungsi mencatat transaksi dalam suatu organisasi dan melaporkan transaksi tersebut dalam bentuk laporan keuangan. Beragam pihak menggandalkan informasi dalam laporan keuangan untuk mengambil beragam keputusan: investor dan kreditor untuk alokasi dana, lembaga rating untuk menilai risiko dan pemerintah untuk menghitung pajak.
Namun, dinamika pada lingkungan alam yang saat ini terjadi membuat pengguna laporan keuangan menuntut perluasan informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan. Salah satu informasi yang saat ini menjadi perhatian pengguna laporan keuangan adalah isu perubahan iklim, yang merupakan salah satu isu besar yang dihadapi manusia saat ini.
Berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada 2021 disebutkan bahwa bahaya dari dampak perubahan iklim saat ini telah berada pada status "merah", dimana perubahan pada ekosistem lingkungan yang saat ini terjadi sulit untuk di perbaiki dalam periode abad (100 tahun), bahkan melinium (seribu tahun). Perubahan tersebut meliputi peningkatan temperatur global, permukaan air laut, frekuensi cuaca ekstrem dan pencairan es di kutub. Walau isu perubahan iklim merupakan masalah lingkungan, namun masalah ini berpotensi memengaruhi kondisi ekonomi dan kelangsungan usaha suatu organisasi.
Relevansi Isu Perubahan Iklim
Beragam pihak mendorong agar isu perubahan iklim terinternalisasi atau tercermin dalam laporan keuangan karena sifat materal yang terkadung dalam isu tersebut. Misalnya, pada September 2020 sekelompok investor dengan total dana kelolaan sekitar 103 triliun dollar Amerika melalui surat terbuka manyatakan bahwa isu perubahan iklim merupakan isu material yang harus terinternalisasi dalam laporan keuangan. Berselang dua bulan kemudian, pada November 2020 sekelompok investor lain dengan total dana kelolaan 9 triliun dollar Amerika mengajukan tuntutan kepada 36 perusahaan terbesar di Eropa agar mereka menjelaskan beragam langkah yang akan ditempuh untuk berkontribusi dalam mencapai target dalam Perjanjian Paris 2015.
Tuntutan sekelompok investor tersebut memang beralasan setidaknya dari tiga sisi. Pertama, berdasarkan laporan World Economic Forum 2020 - yang memeringkat risiko berdasarkan dampak kerusakan yang ditimbulkannya, risiko kegagalan dalam menangani isu perubahan iklim menempati posisi kedua. Kejadian bencana alam beberapa pekan lalu seperti kebakaran hutan di Turki dan Yunani, gelombang panas di Amerika, dan banjir di Eropa barat dan Tiongkok telah memperlihatkan kerusakan dari bencana alam yang dipicu oleh perubahan iklim. Frekuensi dan intensitas bencana alam tersebut diperkirakan akan meningkat di masa depan jika terjadi kegagalan dalam penanganan isu perubahan iklim.
Peningkatan terjadinya bencana alam akan berpengaruh terhadap banyak sektor dalam perekonomian seperti sektor pertanian, logistik dan keuangan. Misalnya, terjadinya cuaca ekstrem di Tiongkok yang baru terjadi mengancam arus barang di pelabuhan sehingga terjadi penumpukan barang di pelabuhan dan menggangu rantai pasokan. Sektor keuangan, sebagai sektor yang menyalurkan kredit, juga terpengaruh secara negatif dari penurnan kemampuan debitor dalam mengembalikan dana akibat terdampak bencana alam. Dampak dari bencana alam pada akhirnya akan memengaruhi asumsi kelangsungan usaha, yang merupakan asumsi dasar yang digunakan oleh akuntan dalam menyusun laporan keuangan.
Kedua, isu perubahan iklim selama ini tidak tercermin dalam laporan keuangan. Hal ini dapat dipahami karena laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan suatu organisasi di masa lalu, sedangkan isu perubahan iklim merupakan isu yang dampaknya akan material di masa depan.
Melalui beberapa standarnya, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) saat ini dapat mengakomodasi untuk melakukan internalisasi isu di masa depan yang memengaruhi asumsi kelangsungan usaha. Misalnya, PSAK 8 mengenai Peristiwa Setelah Periode Pelaporan Keuangan dan PSAK 57 mengenai Provisi, Liabilitas Kontijensi dan Aset Kontjensi dapat dimanfaatkan oleh akuntan untuk mengungkapkan informasi terkait dampak perubahan iklim terhadap asumsi kelangsungan usaha.