Mohon tunggu...
Dewa Made Agus Surya Putra
Dewa Made Agus Surya Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Undiksha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Galungan dan Kuningan Sama? Inilah Beberapa Perbedaan Hari Suci Galungan dan Kuningan

19 November 2021   21:51 Diperbarui: 19 November 2021   21:55 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjor saat hari raya suci Galungan dan Kuningan (Foto: Adobe Stock)

Setelah merayakan hari raya suci Galungan pada Rabu, 10 November 2021 yang lalu, kini umat Hindu di Indonesia tengah merayakan hari raya suci Kuningan pada Sabtu, 20 November 2021. Hari raya suci Kuningan merupakan hari raya suci yang datang setelah Galungan yakni tepatnya 10 hari setelah hari raya suci Galungan yang jatuh setiap 210 hari atau enam bulan sekali pada hari Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Kuningan berdasarkan perhitungan pawukon Bali.

Bagi masyarakat hari raya Kuningan merupakan upacara yang sangat berdekatan dengan hari raya suci Galungan yang memang keduanya memiliki jarak 10 hari pelaksanaannya satu sama lain. Anggap saja seperti halnya hari raya suci Galungan yang jatuh pada Buda (Rabu) Kliwon wuku Dungulan, 10 November 2021, maka hari raya kuningan akan jatuh 10 hari setelah nya pada Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Kuningan, 20 November 2021. Sehingga tak ayal masyarakat menggabungkan kedua hari raya suci keagamaan tersebut dalam setiap ucapan, layaknya "Rahajeng Nyanggra Rahina Galungan lan Kuningan" (Selamat Menunaikan Hari Galungan dan Kuningan).

Walaupun kedua hari raya tersebut sering dianggap seiras karena dilaksanakan dalam kurun waktu yang berdekatan, namun kedua hari raya suci antara Galungan dan Kuningan sesungguhnya memiliki cukup banyak perbedaan, salah satunya adalah dari segi pelaksanaan. 

Sudah menjadi keyakinan dan tradisi masyarakat bahwa Kuningan hanya dapat dilakukan selama setengah hari atau lebih jelasnya pelaksanaannya hanya dari pagi sampai dengan tengah hari (12 siang). Dimana umat hindu akan menghaturkan sarana upakara berupa berbagai banten dan melaksanakan persembahyangan pagi- pagi hari sebelum menuju siang dan harus telah selesai melakukan runtutan upacara sebelum tengah hari (pukul 12 siang).

Mengapa demikian? Dipercaya bahwa bagi umat Hindu, lima unsur energi alam semesta yang disebut sebagai Panca Maha Butha yang terdiri atas Pertiwi (unsur padat), Apah (unsur cair), Teja (unsur panas), Bayu (unsur udara), dan Akhasa (unsur ether) akan bangkit dan mencapai puncaknya sebelum hingga tengah hari tiba. 

Sedangkan setelah tengah hari maka tibalah yang disebut sebagai pralina atau pada masa itu maka segala unsur energi tersebut akan kembali menuju asalnya. Adapun juga yang mengatakan bahwa pada saat hari raya suci Kuningan, para Dewa- Dewi, Bhatara dan roh leluhur akan turun ke bumi pada pagi hari untuk memberikan anugerah kepada umat Hindu di bumi, dan kemudian ketika telah mencapai tengah hari maka para Dewa- Dewi, Bhatara dan roh leluhur akan kembali menuju persemayamannya.

Oleh sebab itu, hingga saat ini perayaan hari raya suci Kuningan dilaksanakan hanya dilaksanakan sampai dengan jam 12 siang saja atau pada saat tengah hari. Bagi umat hindu yang melakukan runtutan upacara Kuningan setelah tengah hari hingga sore dianggap sudah terlambat dan tidak tepat waktu dan berakhir pada anggapan sia- sia.

Kemudian, berbeda dengan Galungan yang hanya dikenal sebagai Galungan, Kuningan juga dikenal sebagai Tumpek Kuningan karena jatuh pada Saniscara Kliwon. Seperti yang telah umum diketahui bahwa setiap Saniscara Kliwon akan diperingati sebagai Tumpek bagi umat Hindu, seperti halnya Tumpek Landep yang jatuh pada Saniscara Kliwon wuku Landep, Tumpek Wayang yang jatuh pada Saniscara Kliwon wuku Wayang dan hari lainnya.

Pada saat Kuningan yang juga dikenal hari Tumpek Kuningan, masyarakat Hindu juga melaksanakan upacara pada benda yang terbuat dari besi- besian. Namun berbeda dengan tumpek landep yang dikonsepkan pada upacara besi- besian yang berupa senjata tajam layaknya keris, pada saat Tumpek Kuningan upacara pada benda yang terbuat dari besi- besian lebih dikonsepkan pada benda- benda yang memudahkan pekerjaan manusia layaknya kendaraan berupa motor dan mobil.

Maka tak ayal, pada saat Kuningan masyarakat Hindu melakukan upacara pada kendaraan mereka, mengiasi dengan sampian dan mengupacarainya dengan bebantenan. Pengupacaraan ini diyakini sebagai ucapan terima kasih dan syukur atas anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi atas segala sarana dan prasarana yang telah dihadirkan dapat memudahkan pekerjaan umat manusia, serta nantinya sarana dan prasaran tersebut dapat bekerja dengan baik tanpa menimbulkan kecelakaan kerja.

Hari Kuningan juga identik dengan penggunaan nasi kuning pada bantennya yang menyimbolkan lambang kemakmuran sebagai anugerah dari Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi sebagai penguasa ketiga dunia ini. Selanjutnya ada Tamiang, sebuah jejaitan khas pada hari raya suci Kuningan. Tamiang pada umumnya berbentuk bulat dan dibuat dengan bahan janur maupun ental serta dibuat dan dihias sangat indah sesuai dengan kreativitas pembuatnya yang tak meninggalkan unsur dan maknanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun