Mohon tunggu...
IDewa Wintara
IDewa Wintara Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gunung Agung Sedang Menunjukan Betapa Agung Dirinya

29 November 2017   11:24 Diperbarui: 29 November 2017   19:29 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The power of Mother Nature! View of Mount Agung from Lempuyang Temple Photo @_irkas_ @shakuto

Gunung merupakan keindahan permukaan bumi yang menunjukan kebesaran Tuhan sebagai sang pencipta semesta. Bagaimana tidak , hal ini ditunjukan dengan bentuk beranekaragamnya permukaan tertinggi di bumi yang mampu menghipnotis setiap makhluk yang senantiasa memanjakan mata. Pemandangan indah dapat disaksikan dengan hanya memandangi dari kejauhan bak sembari menyaksikan reaksi alam yang bersinergis dengan gundukan tanah yang menjulang tinggi serta tak henti - hentinya mempertunjukan puisi alam yang mengikat pandangan. 

Namun keindahan tak hanya di berikan Tuhan ketika menolehkan sejenak pandangan makhluk hidup ciptaan -Nya , melainkan buah pemikiran bahkan inspirasi terlahir ketika menginjakan kaki di puncak ketinggian yang seakan -akan alam berkata "betapa kecil manusia di semesta ini namun betapa besarnya keegoisan yang dimiliki". Angin pun seketika terasa menerpa kencang seakan berkata "Akulah yang mengisi seluruh ruang di dunia , namun kenapa pemikiran kalian ingin menguasai aku".

Hal ini mungkin tidak semerta merta dipikirkan umat awam , melain intisari dari kumpulan sajak - sajak pecinta alam yang merasa bersalah ketika dihadapannya , suatu tempat yang diyakininya hal paling manakjubkan di permukaan bumi ini yang kini menunjukan responya sebagai yang agung. Di kala menunjukan keelokan-Nya ketika tenang , bahkan sudah saatnya menunjukan keagunganya nya ketika bangun dari hibernasi panjang selama setengah abad terlelap. 

Tapi tetaplah tenang meski hanya sebagai penikmat kecil yang mensyukuri kuasa-Nya , dirinya Yang kita Agungkan tidak akan menyakiti alamnya , bahkan Ia mempertunjukan lukisan alam di kala fajar dan senja ketika meluncurkan isi dan asap jauh ke langit nirwana yang seakan menunjukan karya - karya dari reaksinya sembari meluapkan amarah merah-Nya.

Akan tetapi rasa cemas sering kali datang menghinggapi ketika dalam Hangat pelukan mentari , diri terbalut mendung keresahan , resah bila bumi tak sudi lagi dipijak. Yang Agung kini bersuara mungkin dekat - dekat ini akan berteriak sembari mengeluarkan api yang membumbung tinggi dengan lebarnya yang tak terukur. Membuat lingkungan hangat dan menutupi permukaan dengan butiran halus hitam serasa ingin melebur kekhilafan dari keegoisan umatnya yang perlu diluruskan. 

Tidak hanya itu , puing - puing dari perut -Mu kini menhujani pertiwi , terlempar ke angkasa seakan membunyikan sangkakala perang antara alam dengan manusia. Orang-orang yang semula mengaguminya, terpaksa harus beranjak, dan pergi jauh sementara menyelamatkan diri. Erupsi yang terjadi menunjukkan Gunung Agung tidak hanya indah kala tenang, tapi juga tidak kalah gagah kala letusan. Letusan demi letusan terdengar , mengisyaratkan sudah saatnya angkat kaki dan tinggikan hati ketika memandangi tempat tinggal yang tidak akan bertahan lama lagi.

Mungkin hanya doa yang bisa umat Tuhan panjatkan , dengan harapan murka- Mu tidak bertahan lama. Takut memang , cemas apalagi namun kearifan lokal terlihat ketika sebagian umat masih memilih untuk menetap di sekitar-Mu dan memposisikan dirinya untuk menjaga ke Agung-Nya. Mereka percaya bahwa alam dan manusia memiliki hubungan yang bersinergis jika manusia tidak kalah dengan egonya , mereka yakin bahwa letusan Gunung Agung merupakan bagian dari proses pemulihan keseimbangan dunia, khususnya di pulau cantik ini.

Masyarakat-Nya percaya , letusan Gunung Agung akan membawa keberkahan bagi mereka. Mereka pun yakin bahwa gejolak Gunung Agung merupakan proses peleburan secara sekala niskala. Bahkan lebih dari itu keyakinan dan kepercayaan mereka mengalahkan ketakutan mereka seakan hati mereka telah menyatu dengan alam , begitu indah bukan? disaat orang normal memilih untuk menyelamatkan diri dari letusan Gunung Agung , stigma mereka sangat patuh akan tradisi yang telah diturunkan oleh leluhur terdahulu. 

Letusan ini juga dijelaskan sebagai bentuk pertemuan antara gunung dan laut atau dalam keyakinan umat lokal yang disebut Segara-Gunung.Yang pasti adalah letusan ini akan terjadi pertemuan segara dan giri. pertemuan inilah yang memunculkan kesejahteraan , ibaratkan hubungan mutualisme antara makhluk dengan alam. Ini lah cinta diantara untaian kasih alam yang menginginkan kita sadar bahwa Ia telah menegur kita , ketika kita masih berjibaku dengan kepuasan duniawi yang seakan telah melupakan siapa pemberi kita. Itulah alam memiliki cara tersendiri untuk berbicara , tinggal menungu berapa lama semesta akan menghempas keegoisan kita.

"Saya suka pegunungan karena mereka membuat saya terlihat kecil. Mereka mebantu saya memilah apa yang penting dalam hidup"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun