Mohon tunggu...
Dewa Gilang
Dewa Gilang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Single Fighter!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kutu Loncat Itu Bernama Ahok

7 Januari 2014   15:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bangsa ini mempunyai banyak perbendaharaan kata yang menyangkut binatang. Mulai dari yang besar hingga yang kecil. Dari sapi, kambing, hingga kutu. Uniknya, semua berkonotasi negatif, tak ada yang positif. Padahal, aslinya, jika sapi, kambing dan kutu tidak dinisbatkan dengan perilaku manusia, maka belum tentu ia berkonotasi negatif.

Taruhlah semisal "kambing hitam" untuk menyebut perilaku manusia yang berusaha menjadikan seseorang sebagai "tumbal" dari buah tindakannya. Atau "politik dagang sapi" untuk menyebut perilaku elite politik yang kerap tawar-menawar demi kepentingan pribadi dan kelompoknya, bukan demi rakyat, bangsa dan negara.

Belakangan "kutu" pun tak mau ketinggalan menyusul kepopuleran sapi dan kambing. Maka muncullah istilah "kutu loncat". Konon, binatang "kutu loncat" ini tidak mempunyai sayap, tetapi ia bisa meloncat jauh melebihi ukuran badannya berkat kompensasi pada kedua kakinya. Ia sering berpindah-pindah demi mencari makan.

Dua minggu terakhir, media massa ramai-ramai menulis soal "kutu loncat". Penyebabnya adalah kasak-kusuk kabar perihal Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahok. Intensnya pertemuan segitiga antara Megawati, Jokowi dan Ahok ditenggarai sebagai upaya Ahok untuk "loncat" partai sekali lagi. Walhasil istilah "kutu loncat" pun disematkan pada pribadi Ahok.

Wajar, mengingat Ahok selama ini dikenal sebagai individu yang gandrung berpindah-pindah "kendaraan" partai. Setidaknya "track record" berbicara demikian.

Awalnya, pada tahun 2004, Ahok pertama kali "basah kuyup" di kolam politik bersama Partai Indonesia Baru (PIB). Dengan kendaraannya itu, Ahok berhasil duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur. Cerita manis Ahok bersama PIB terhenti pada tahun 2009, saat Ahok menjadi caleg dari Partai Golongan Karya (Golkar). Dengan "kendaraan" barunya, Ahok berhasil duduk sebagai anggota DPR.

Tahun 2012, Ahok "meloncat" lagi. Kini di tubuh Partai Gerindra. Kabar yang berembus karena Ahok ingin ikut bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta berpasangan dengan Jokowi. "Loncatan" Ahok tidak salah, sebab ia kemudian berhasil terpilih sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Kali ini istilah "kutu loncat" kembali harus dituai Ahok seiring dengan makin akrabnya Ahok dengan Megawati. Setelah acara makan-makan mie Belitung, Ahok juga kedatangan Megawati dan Jokowi pada saat Natal lalu. Yang teranyar "tiga sekawan" itu juga sama-sama menghadiri acara "open house" politisi senior PDIP, Sabam Sirait.

Para pengamat politik mulai punya "gawean". Mereka memprediksi tentang intensnya pertemuan "tiga sekawan" itu sebagai upaya PDIP untuk mempersiapkan Ahok sebagai pengganti Jokowi dalam memimpin Jakarta. Artinya, Jokowi akan maju sebagai capres dari PDIP.

Untungnya ini baru sebatas kabar angin. Cuma terasa hembusannya namun kasat mata. Untungnya lagi Ahok segera membantah kabar rencana kepindahan dirinya ke PDIP. Tentu Ahok tidak ingin ia disebut sebagai politisi "kutu loncat" yang terlanjur berkonotasi negatif sehingga berpotensi mencoreng citranya.

Untung yang ketiga, Ahok tidak sendiri. Sebab selain dirinya tercatat juga nama satu-dua politisi yang pindah partai. Meski pindahnya tidak segemar Wakil Gubernur DKI Jakarta itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun