Mohon tunggu...
Dewa Gilang
Dewa Gilang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Single Fighter!

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengurai Akar Seteru TNI-Polri

8 Maret 2013   00:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:09 3038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13627125481946351796

[caption id="attachment_247594" align="aligncenter" width="320" caption="Ilustrasi/Admin (Tribunnews.com)"][/caption] Kamis, 7 Maret 2013, Jarum jam menunjukkan pukul 07.30 WIB. Sekitar 90 anggota Batalyon Armed 15/105 TNI mendatangi Mapolres OKU. Mereka datang untuk menanyakan perihal perkembangan kasus penembakan Pratu Heru Oktavinus oleh anggota polisi lalu lintas Polres OKU, Brigadir Wijaya. Entah apa yang terjadi,pada pukul 09.30 WIB, para tentara itu naik pitam. Mereka merusak dan membakar Mapolres OKU. "Mungkin mereka tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Maka terjadi keributan yang berujung dengan pembakaran," kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Laksamana Muda Iskandar Sitompul. ( VIVAnews.com ). Akibat peristiwa itu, sebagian kantor Polres OKU habis dilalap api. Selain itu, 4 mobil dan 70 motor turut dirusak dan dibakar. Tiga anggota Polres OKU terluka dan harus dirawat di rumah sakit. Dan 16 tahanan kabur. Jika kita merunut ke belakang, perseteruan antar dua lembaga TNI-Polri bukan pertama kali terjadi. Pasca reformasi, seteru TNI-Polri memang telah sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di daerah-daerah. Jadi, peristiwa OKU ini adalah untuk yang kesekian kalinya. Peristiwa paling fenomenal terjadi pada 2001. Bentrokan antar anggota Polresta Madiun dengan Batalion 501 terjadi. Diawali dengan masalah yang sepele, yaitu berselisih di antrean SPBU, bentrok kemudian melibatkan antar korps penegak hukum. Dua warga sipil ikut jadi korban. Kantor Polresta Madiun -bahkan- sempat dua kali diserbu oleh anggota TNI. Baku tembak tak terhindarkan. Kontras mempunyai catatannya sendiri. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2012 telah tercatat setidaknya 27 kali peristiwa bentrokan terbuka antara anggota dua korps tersebut di berbagai daerah di Indonesia. Dari seluruh peristiwa itu, tercatat tujuh anggota polisi tewas. Empat dari TNI. Sementara yang luka-luka sebanyak 32 personel polisi dan 15 orang tentara. Akar masalah seteru TNI-Polri Berulangnya peristiwa bentrok TNI-Polri jelas amat mengkhawatirkan. Sesama Lembaga Tinggi yang seharusnya akur, mereka malah saling berseteru satu dengan lainnya. Hal tersebut juga menimbulkan ragam pertanyaan mengenai akar seteru dari TNI-Polri yang sebenarnya. Sebab, peristiwa yang terjadi dan terjadi lagi jelas pertanda bahwa upaya mendamaikan kedua belah pihak selama ini sama sekali tidak menyentuh hingga ke akar masalah. Banyak pengamat yang menunjuk faktor kesejahteraan yang timpang antara prajurit TNI dan Polri sebagai akar masalah seteru dua korps negara tersebut. Di masyarakat awam beredar guyon bahwa TNI penuh dengan "tantangan", sementara Polri penuh dengan "tentengan". Hal ini masih diperburuk lagi dengan adanya aturan larang berbisnis bagi institusi TNI, yang semakin menambahkan kecemburuan ekonomi. Karena secara tak langsung aturan itu telah menutup peluang akses ekonomi bagi petinggi-petinggi TNI dan oknum TNI lainnya. Sementara itu, di sisi lain, anggota Polri justru bertambah "gendut". Meskipun tak seluruhnya, anggota Polri dipandang lebih sejahtera tingkat ekonominya ketimbang prajurit TNI. Belum lagi kesejahteraan para oknum Polri yang didapat dari hasil-hasil yang tak wajar. Kasus simulator SIM yang melibatkan petinggi Polri memberi bukti akan masih adanya peluang akses ekonomi bagi para anggota Polri. Kemudian, persoalan kewenangan TNI yang dipangkas oleh negara pun juga bisa dipandang sebagai faktor laten. Sejak TNI pisah dengan Polri, praktis TNI berfungsi jika negara dalam keadaan perang. Sementara wewenang keamanan dalam negeri sepenuhnya berada dalam lingkar kekuasaan Polri. Persoalan seperti ini yang dipandang mudah memicu kecemburuan psikologis anggota TNI terhadap Polri. Selain itu faktor koordinasi pun harus juga kita cermati dan layak disebut sebagai akar seteru dari TNI-Polri. Peristiwa di OKU kemarin hari jelas untuk kesekian kalinya menunjukkan adanya koordinasi yang kurang antara petinggi dua korps negara tersebut. Sudah seharusnya petinggi TNI-Polri melakukan komunikasi secara intens, demi mencegah terulangnya kembali bentrok antara TNI-Polri yang amat memalukan negara itu. Tentu saja selain faktor-faktor di atas, masih banyak variabel lainnya yang bisa diduga merupakan akar seteru dari TNI-Polri. Pada akhirnya, penulis dan juga masyarakat awam lainnya, hanya berharap agar bentrok antara dua lembaga negara tidak terulang lagi. Bukankah seharusnya mereka menjadi suri-tauladan yang baik bagi rakyat yang dilindunginya? Jika mereka saja masih mengedepankan egonya, lalu salahkah rakyat pun akan bertindak sama dalam menghadapi suatu masalah?. Salam neraka! Selamat menikmati hidangan. Ditulis sebagai tanggapan atas bentrok TNI-Polri di daerah OKU, Kamis, 7 Maret 2013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun