[caption id="" align="aligncenter" width="277" caption="dari om google"][/caption] ********** Jakarta, 20 Juni 2009 *************** Hari itu akhirnya tiba, hari dimana Tyas melepas kesendiriannya. Tyas terlihat sangat cantik dalam balutan kebaya modern penuh payet berwarna hijau, bersanding di atas pelaminan bersama fajar yang kini sudah resmi menjadi suaminya. Tema resepsi pernikahan tyas dan fajar adalah "go green", tema yang diajukan malika. Resepsi pernikahan baru digelar, setelah pagi tadi akad nikah berjalan lancar. Malika dan wira bisa jadi terlihat paling sibuk hari itu, HT tak lepas dari genggaman mereka, sesekali instruksi mereka berikan demi kelancaran acara. Tamu yang hadir silih berganti menyalami tyas dan fajar, raut kebahagiaan terpancar jelas di keduanya. Malika hanya bisa memandangi kebahagiaan itu dari bawah pelaminan. Tugasnya yang tak mengizinkannya untuk menemani tyas di atas, walaupun sedari tadi ibunda tyas dan tyas terus memanggilnya. Alhamdulillah... acara resepsinya berjalan lancar. Setelah 4 jam, akhirnya acaranya selesai juga. Disebuah kamar tempat berganti pakaian dan rias, malika duduk di sebuah kursi yang diletakkan menempel pada dinding. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, dan kepalanya menempel pada dinding, kakinya ia biarkan menekuk, khawatir ada yang lewat bila ia luruskan. Dan matanya ia pejamkan, berharap bisa sedikit relaks. "Kakinya dilurusin aja kalo pegel" terdengar sebuah suara dari sampingnya. Kontan membuat malika terkejut dan membuka matanya. Rupanya benar, suara itu milik wira yang kini sudah berdiri di sebelah malika. Malika segera membenarkan posisinya, duduk tegap tanpa bersandar pada kursi. "Gak apa - apa lika, istirahat aja" ucap wira sambil memundurkan langkahnya. Tapi bukannya kembali beristirahat, malika justru hendak bangkit dari duduknya. Buru - buru wira mencegahnya dengan memegang pundaknya. "kamu capek kan, kaki kamu juga pasti pegel banget gak istirahat dari kemaren". Tapi segera malika menepiskan tangan wira. Malika bangkit dari duduknya. "Aku mau ke tyas dulu kak, dia pasti nyariin aku" baru hendak melangkahkan kakinya ke pintu, tyas sudah memperlihatkan dirinya bersama sang suami. "Ohh.. rupanya kalian disini ya" ucap tyas sambil masuk ke dalam ruangan itu. Tyas duduk di sebuah kursi di antara jejeran kursi yang ada di dalam ruangan itu, diikuti suaminya, wira dan malika yang duduk diantaranya. "Oia, kita mau ngucapin terima kasih banyak buat kalian, terutama kamu Lika, makasih buat semuanya" ucap tyas sambil menggenggam tangan malika yang duduk di sebelah kirinya. Tyas tahu benar perjuangan sang sahabat untuk bisa sampai dititik ini. Sang suami yang duduk di sisi kanannya tak kalah haru melihat pemandangan itu. "Oia lika, kok arya gak kamu ajak ke sini?" tanya fajar yang langsung membuat raut di wajah malika berubah. Tyas semakin mempererat genggaman tangannya tanpa ia sadari. Dulu, sebelum tyas mengetahui bahwa wira adalah arya, tyas memang pernah memberitahu fajar bahwa sahabatnya tengah dekat dengan seorang pria bernama arya. Tapi setelah itu, tyas tidak lagi memberitahukan perkembangan hubungan malika. "Mungkin sibuk arya-nya" tyas yang membantu malika menjawab pertanyaan fajar, yang diberi pertanyaan hanya bisa tersenyum sembari menahan nyeri. Ada luka yang berusaha disembunyikan malika, luka yang entah kapan baru akan kembali sembuh. Dan luka hati itu terpancar jelas dari senyuman malika yang dipaksakan, dan wira tentu dapat melihatnya. ************** Jakarta, 25 Juni 2009 ************ Siang ini rencananya zoya akan makan siang dengan wira, dan akan mengejutkan wira dengan kedatangannya ke kantor wira. Karena perjanjiannya, mereka akan bertemu di restoran yang telah mereka sepakati. Tapi alangkah terkejutnya zoya ketika mendengar percakapan wira dan heru di dalam ruangan wira yang pintunya setengah terbuka. "Jadi bukan zoya cewe yang kamu liat di lampu merah itu?" suara fajar terdengar samar. Zoya menempelkan telinganya ke pintu. Tak hendak menguping sebenarnya, tapi rasa penasarannya begitu besar ketika namanya disebut oleh heru. "Jadi siapa?" tanya heru kali ini. "Jangan bilang malika?" kali ini heru lebih meninggikan nada suaranya, sehingga zoya bisa mendengar lebih jelas. "Malika" lirih ucap zoya, semakin penasaran zoya dibuatnya. Agak lama zoya mendengar kelanjutan percakapan itu. "Awalnya aku kira cewe itu zoya, cewe yang aku liat di taman itu, yang begitu perhatian sama seoarng gadis pengamen jalanan yang nangis di bawah lampu merah taman, dan yang tanpa fikir panjang langsung ngasih uang buat anak itu..." wira memotong kalimatnya. "Ternyata ?" tak sabar heru menunggu wira melanjutkan ceritanya. "Ternyata cewe itu Malika... adeknya zoya yang aku kenalin ke kamu kemaren". Deg, perasaan zoya tak menentu, gemuruh dihatinya begitu kuat ia rasa. Zoya tak pernah tahu cerita itu, cerita di balik taman yang barusan wira ceritakan pada heru. Dan tentang pemberian pada anak jalanan itu, zoya sama sekali tidak pernah merasa melakukan itu. Zoya melangkahkan kaki dari tempat itu, berjalan keluar dari kantor wira. Zoya sama sekali tidak mau menebak - nebak maksud dari cerita wira yang tadi ia dengar. 'Maaf wira, tiba - tiba ada kerjaan yang gak bisa aku tinggalin...' tombol kirim segera zoya tekan, dan seketika itu pula pesan itu terkirim dari HP zoya dan berpindah ke Hp wira. ********* malam hari di rumah Malika ************ Sejak pulang sore tadi, zoya tak menampakkan dirinya diruang tamu, ia lebih memilih menutup senja di dalam kamarnya, bahkan hingga malam seperti ini. "Tok... tok... tok..." terdengar suara ketukan pintu kamar zoya. "Kak, udah ditunggu bunda sama ayah di bawah" teriak malika dari depan kamar zoya. Zoya segera melipat kertas yang ia tulis, dan memasukkannya ke dalam laci yang terdapat pada meja rias disamping tempat tidurnya. ************* Jakarta, 28 Juni 2009 ************** Sejak kejadian tiga hari yang lalu, rasa penasaran di hati zoya masih belum terjawab. Tak hendak ia menanyakan hal itu pada wira, karena pasti akan membawa dampak yang kurang baik bagi hubungannya dengan wira dan hubungannya dengan malika tentunya. Tapi memendam rasa penasaran itu juga tentu tidak nyaman rasanya. Siang ini zoya menyibukkan dirinya di sebuah studio foto di kawasan kebon jeruk. Dengan mengenakan sebuah kebaya modern lengkap dengan semua atribut di kepalanya, zoya terlihat sangat cantik dan anggun. Pose demi pose ia lakukan dengan luwes sesuai arahan dari sang fotografer, walaupun sesekali zoya terlihat agak melamun dan mesti diintruksikan ulang. Tapi petaka itu datang tanpa diundang. Saat tengah duduk di sebuah kursi yang berjarak beberapa langkah dari lampu sorot ketika menunggu sesi berikutnya, seorang kru yang berjalan tergesa terserimpat kabel yang menghubungkan lampu sorot dengan stop contak, alhasil lampu sorot itu pun jatuh. Zoya yang mengenakan kain tak bisa melangkah cepat dan menghindar. Lampu itu jatuh, dan tiangnya mengenai kepala zoya. Seketika itu pula zoya terjatuh dan tak sadarkan diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H